Ketika melihat nama-nama pemain muda berseliweran di kancah bulu
tangkis internasional seperti, Ratchanok Inthanon dari Thailand, Bao
Yixin dari Cina, Sindhu P.V dari India penggemar bulu tangkis di
Indonesia kemudian membanding-bandingkan dengan fakta yang ada di Tanah
Air dimana pebulu tangkis sepantaran mereka masih harus berjuang di
pelatnas dan belum bisa dipandang sebagai pebulu tangkis papan atas
dunia.
Tamparan makin keras bagi wajah bulu tangkis Indonesia kemudian
seolah datang saat Ratchanok yang masih berusia 18 tahun mampu menjadi
juara dunia tahun ini, saat umurnya masih 18 tahun dan ia masih bisa
ikut Kejuaraan Dunia Junior di tahun yang sama. Ketika Ratchanok
mencapai puncak, regenerasi bulu tangkis Indonesia justru tengah
mendapat sorotan tajam. Tidak hanya para pebulu tangkis tunggal putri,
seretnya regenerasi di Indonesia juga dianggap terjadi pada semua nomor
tanpa terkecuali.
Yang patut dicermati pertama kali adalah sistem pembagian kelas
turnamen bulu tangkis di Indonesia, mulai dari kelas anak-anak, pemula,
remaja, taruna, kemudian beralih ke dewasa. Biasanya, para pemain yang
dipanggil ke pelatnas adalah pemain yang ada di kategori taruna atau di
kisaran di 17-19 tahun. Usia itu kadang dianggap orang sudah terlalu
terlambat lantaran kembali berkaca kepada contoh di luar sana bahwa
Ratchanok sudah juara dunia junior di usia 14 tahun dan terus berlanjut
sampai akhirnya ia menjadi juara dunia pada usia 18 tahun.
Jika mengambil contoh dalam negeri, maka kemudian akan disodorkan
nama Mia Audina yang sudah masuk Tim Uber pada usia 14 tahun atau Taufik
Hidayat yang sudah menjadi runner up All England pada usia 17 tahun di awal karir mereka.
Namun yang patut digarisbawahi adalah tidak semua pemain sespesial
Taufik, Mia, ataupun Ratchanok. Mereka memang punya kelas tersendiri dan
terbukti tidak semua pemain dari berbagai negara di dunia bulu tangkis
bisa melambungkan nama mereka di usia di bawah 20 tahun. Untuk
rata-rataan umumnya, para pebulu tangkis mulai unjuk gigi selepas usia
20 tahun ke atas.
Lalu apa yang harus dilakukan Indonesia dan PBSI untuk menciptakan
Taufik dan Mia di era saat ini? Langsung menceburkan pemain-pemain
junior sedini mungkin agar nantinya mereka bisa cepat matang di usia
muda? Pilihan ini sendiri pun juga memiliki resiko yang cukup besar.
Mereka bisa frustasi jika kemampuan mereka tidak spesial dan jauh di
atas rata-rata kemampuan pemain sebayanya.
Sebenarnya dari panduan acuan yang ada di level turnamen nasional dan
internasional sudah menggambarkan jelas dan bisa jadi tuntunan. Untuk
level kategori nasional contohnya, bisa saja para pemain yang sudah
dianggap merajai turnamen sirkuit nasional level remaja langsung
diturunkan oleh klubnya di level taruna pada turnamen selanjutnya. Jika
ia masih bisa menguasai level taruna di usianya yang masih remaja, maka
ia bisa langsung berlanjut ke level dewasa. Memenangi sirkuit nasional
kategori dewasa saat usianya masih masuk kategori umur remaja, maka
jelas pemain itu memiliki potensi untuk semakin berkembang dan jelas
bakal menjadi incaran PBSI untuk masuk skuat pelatnas.
Untuk turnamen internasional sendiri pun gambarannya jelas mulai dari
future series, international series, international challenge, grand
prix, grand prix gold, super series, dan super series premier. Semua
turnamen itu sendiri menunjuk daftar peringkat BWF sebagai acuan untuk
masuk babak kualifikasi/utama dan sistem unggulan.
Dari sini pun sudah bisa terlihat jelas gambarannya. Bagaimana
mungkin pemain muda yang masih terseok-seok dan sulit juara di level
international challenge atau grand prix, langsung diharapkan bisa
menjelma sebagai pemain penuh prestasi di usia muda.
Semuanya butuh proses. Jika pemain muda itu memang sudah menunjukkan
kualitas dan memenangi banyak turnamen grand prix atau grand prix gold,
maka ia mulai bisa naik level dan menjadi harapan untuk berbicara banyak
di level turnamen super series dan super series premier. Jika di
turnamen level grand prix dan grand prix gold saja mereka masih susah
menembus babak akhir, itu artinya mereka masih butuh polesan dan kerja
keras untuk meningkatkan kemampuan.
Yang terpenting, PBSI harus memberikan kesempatan yang cukup bagi
pemain yang ada di bawah naungan mereka untuk mengikuti turnamen tiap
tahunnya. Dan nantinya, seleksi alam yang akan menunjukkan mana pemain
muda yang memang bisa mengukir prestasi fenomenal di awal karir mereka,
dan mana pemain muda yang memang harus menunggu hingga usia yang lebih
matang untuk meraih kemenangan demi kemenangan.
-Putra Permata Tegar Idaman-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar