Rabu, 11 Mei 2011

Teruslah Berkarya PBSI!






TANGGAL 5 Mei di Bandung, 60 tahun lalu, sebuah organisasi bernama Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) berdiri. Organisasi tersebut merupakan wadah resmi untuk menaungi cabang olahraga bulu tangkis di Indonesia. Tidak hanya bertugas mengakomodasi dan mempersatukan beberapa perkumpulan-perkumpulan bulu tangkis seperti misi dan tujuan awalnya, PBSI kemudian berubah menjadi sebuah organisasi yang mampu mencetak kebanggaan bagi bangsa Indonesia lewat prestasi para atletnya.
Sejak awal berdirinya, tak terhitung berapa banyak gelar internasional yang sudah diraih oleh para pebulu tangkis Indonesia. Piala Thomas, lambang supremasi kejuaraan beregu putra, sudah diraih sebanyak 13 kali yang menjadikan Indonesia sebagai negara peraih gelar terbanyak. Piala Uber pun sudah tiga kali disabet oleh Indonesia. Begitu pun emas Olimpiade. Sejak pertama kali dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, para pebulu tangkis Indonesia tak pernah absen menyumbangkan medali emas.
Deret kesuksesan itu jelas tak lepas dari peran PBSI sebagai induk organisasi. Lewat program-program berkualitas yang pernah dibuatlah sejumlah prestasi hebat para pemain Indonesia berasal. Tanpa desain yang bagus dari para pengurus PBSI, mustahil bakat-bakat hebat para legenda bulu tangkis Indonesia bisa termaksimalkan.
Sejak dekade 1950-an, atau kurang dari sepuluh tahun sejak PBSI berdiri, mereka sudah sukses membuat harum nama bangsa Indonesia lewat raihan Piala Thomas. Dua dekade setelahnya kemudian merekam jelas betapa dominannya Indonesia di bulu tangkis, khususnya di beregu putra. Tercatat hanya Malaysia yang berhasil mencuri gelar dari tujuh perhelatan Piala Thomas yang berlangsung di dekade 1960-an dan 1970-an.
Meski tak begitu kuat di beregu putri dengan hanya merebut satu Piala Uber dalam dekade tersebut, namun Indonesia masih memiliki putri berprestasi di kejuaraan individu seperti Minarni, Retno Koestijah, Verawaty Fadjrin, hingga Ivana Lie.
Ketika Cina sudah mulai mengikuti kompetisi BWF pada dekade 1980-an, Indonesia memang sempat meredup di dekade tersebut dengan hanya meraih satu titel Piala Thomas pada tahun 1984. Setelah memborong empat gelar juara di Kejuaraan Dunia 1980, Indonesia pun meredup di turnamen tersebut dengan hanya meraih satu titel juara pada empat kesempatan yang ada di dekade 1980-an.
Kehadiran Cina ini jadi pelecut bagi PBSI untuk memperbaiki diri. Mereka memang kalah di periode 1980-an, namun mereka mulai mempersiapkan pemain muda untuk balas dendam di dekade selanjutnya.
Terbukti, Indonesia balik mengungguli Cina di era 1990-an. Selain lima gelar beruntun Piala Thomas yang didapat dari 1994-2002, Indonesia juga sempat merusak kedigdayaan Cina di Piala Uber dengan dua gelar beruntun pada 1994 dan 1996. Selain berjaya di kelompok beregu, gelar di sektor perorangan pun begitu banyak direguk pada masa itu. All Indonesian Final jadi sesuatu yang jamak dan lazim di berbagai turnamen.
Namun kini di usianya yang ke-60 tahun, PBSI dihadapkan pada suatu situasi yang sulit. Piala Thomas sudah lama tak diraih, begitupun Piala Uber dan juga Piala Sudirman. Dua perhelatan Kejuaraan Dunia terakhir usai tanpa ada nama Indonesia sebagai juara.
Pemain andalan semakin menua, dan pemain muda masih harus berusaha keras agar bisa menggenggam tongkat estafet dari mereka. Tradisi emas Olimpiade, satu-satunya kebanggaan tingkat dunia yang tersisa, kini menjadi sebuah tanda tanya apakah bulu tangkis masih bisa menjadi kebanggan kita di London tahun depan.
Jika diibaratkan manusia, 60 tahun adalah usia yang tak lagi produktif. Sulit berharap kreasi dan prestasi lahir di usia tersebut. Usia 60 tahun adalah masa yang tepat untuk mengenang kejayaan masa lalu dengan membuka foto kenangan ataupun berbagai trofi yang tersimpan di lemari penghargaan.
Tapi PBSI bukan manusia! PBSI adalah organisasi besar kebanggaan Indonesia. Pengurusnya pun terus mengalami regenerasi sehingga seharusnya tak ada kata jemu dan jenuh. Karena itu apa yang dialami PBSI saat ini bukanlah lantaran faktor umur yang menua melainkan memang produktivitas PBSI sebagai sebuah organisasi memang tengah menurun.
 
Lantas, apakah PBSI harus dibiarkan mengobati dirinya sendiri? Saat PBSI sukses mengantarkan atletnya meraih prestasi dunia, tentu kita semua bangga. Karena itu sudah selayaknya saat PBSI tengah terkulai lesu prestasi seperti saat ini kita harus menopangnya bersama.
Pemerintah harus memperhatikan secara fokus olahraga yang satu ini. Pasalnya bulu tangkis adalah satu-satunya olahraga yang bisa memberikan emas Olimpiade dan membuat lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di pesta olahraga internasional. Jangan sampai nanti baru ada reaksi terlambat dari Pemerintah saat tradisi emas di Olimpiade gagal diteruskan.
Dari sisi pengurus daerah, pengprov PBSI dan satuan-satuan di bawahnya harus bisa menjadi pendukung bagi PBSI pusat. Andai pembinaan di tingkat provinsi sudah bagus, maka tugas PBSI melalui Pelatnas-nya hanya tinggal memoles talenta yang sudah ada, bukan lagi mencetak dari awal. Tentu ini juga akan meringankan beban klub-klub bulu tangkis yang selama ini lebih dikenal sebagai pemasok atlet ke Pelatnas ketimbang Pelatda daerah mereka sendiri.
Para atlet juga memegang peranan penting. Jangan sampai Pelatnas menjadi tujuan akhir dalam karier mereka. Pelatnas hanyalah persinggahan dan tujuan akhir yang harus dicanangkan adalah prestasi tingkat dunia.
Jangan sampai perjuangan dan pengorbanan yang sudah mereka lakukan sejak kecil hanya berakhir di Cipayung. Pasalnya dengan terjun di bulu tangkis, mind set atlet tersebut sudah bukan lagi untuk menjadi yang terbaik di Indonesia ataupun Asia, melainkan harus menjadi yang terbaik di dunia.
Dengan dukungan dari berbagai sisi, niscaya pengurus PBSI akan lebih mudah memperbaiki diri. Selamat Ulang Tahun PBSI. Teruslah berkarya dengan mencetak prestasi!

Kamis, 05 Mei 2011

‘Tim Kali Ini Lebih Bagus’




Kesuksesan Satria Muda (SM) Britama merajai NBL Indonesia atau dulu disebut IBL tak lepas dari peran vitalnya. Berbekal kecepatan dan visi bermain yang bagus, Faisal Julius Achmad memang menjadi momok mengerikan bagi setiap tim lawan. Harapan yang saa pun dibebankan pada pundaknya manakala dirinya bergabung dalam tim SEA Games kali ini. Bagaimana harapan Faisal, berikut petikan wawancaranya bersama TopSkor.
Anda termasuk dalam barisan pemain senior dalam tim SEA Games kali ini, bagaimana pendapat anda ?
Jika acuannya adalah tahun bermain, saya memang sudah cukup lama memperkuat tim nasional yaitu sejak tahun 2004, namun untuk ajang SEA Games sendiri saya baru sekali memperkuat tim yaitu pada tahun 2007, karena di tahunn 2005 dan 2009 bola basket tidak dipertandingkan.
Dibandingkan dengan tim tahun 2007, dimana posisi tim tahun ini ?
Jika dilihat dari segi persiapan tim 2007 bisa dikatakan lebih baik karena kami melakukan persiapan selama setahun sebelum SEA Games digelar. Namun jika dilihat dari materi tim, tim tahun ini lebih bagus karena eks pemain dalam tim 2007 pastinya bertambah matang dipadu dengan pemain-pemain muda yang memiliki talenta hebat
Dengan kondisi demikian, target apa yang pantas disandang ?
Kami semua sedari awal sudah berkomitmen untuk sekuat tenaga mewujudkan emas pertama bagi cabang bola basket di ajang SEA Games. Dengan latihan yang dan kerja keras kami sampai waktu pelaksanaan nanti, semoga hal itu bisa terwujud.
Apakah lawan berat hanya Filipina ?
Tidak. Thailand dan Malaysia juga sudah mulai mengancam. Bisa kita lihat di Asean Basketball League, dimana pemain Thailand banyak memperkuat Thailand Slammers dan tim nasional Malaysia bermain di Kuala Lumpur Dragons. Dibandingkan musim pertama, mereka menunjukkan perkembangan grafik permainan yang meningkat, saya sendiri beruntung karena pernah menjajal kemampuan mereka di ajang ABL
Banyak pemain SM Britama tergabung dalam tim ini. Apakah itu membuat kalian mengelompok dalam pelatihan ini ?
Sama sekali tidak. Kami berbaur dengan para pemain lainnya. Meskipun berbeda tim namun kami semua sudah akrab satu sama lain sehingga tidak ada istilah mengelompok dalam pelatnas ini.