Rabu, 15 Januari 2014

Mainaky.. Mainaky.. Mainaky.. Mainaky..

Mainaky. Mainaky. Mainaky. Mainaky. Setidaknya ada empat kata Mainaky yang akan ditemui saat mata anda menelusuri struktur pengurus dan pelatih PBSI pada periode tahun ini. Nama-nama itu milik Rexy Mainaky selaku Kabid Binpres, disusul Richard Mainaky (pelatih kepala ganda campuran), Reony Mainaky (pelatih kepala ganda putri), dan Marleve Mainaky (pelatih kepala tunggal putri).
Munculnya empat nama Mainaky dalam susunan pengurus dan pelatih pelatnas Cipayung pada tahun ini tentu menjadi sebuah hal yang menarik. Kini ada tiga Mainaky yang mengawal tiga dari lima nomor di pelatnas plus satu Mainaky yang menjadi Kabid Binpres. Apakah ini menjadi salah satu bentuk nepotisme karena Rexy selaku Kabid Binpres memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penunjukkan pelatih nomor per nomor?
Image
Percayalah, kata nepotisme hanya akan dikait-kaitkan oleh para pemerhati bulu tangkis di negeri ini kepada Rexy Mainaky ketika prestasi bulu tangkis Indonesia jeblok dan tak menunjukkan perkembangan serta perbaikan yang signifikan di tahun ini. Jika prestasi  Indonesia di tahun ini bisa meroket dan mengalami perbaikan signifikan, yang ada hanya puji-pujian yang mengalir kepada Rexy sebagai penanggung jawab hadirnya dinasti Mainaky di daftar pelatih pelatnas Cipayung tahun ini.
Yang kemudian berkembang menjadi pertanyaan adalah mampukah Mainaky-Mainaky yang berada di jajaran pelatih tahun ini mengemban kepercayaan Rexy Mainaky dan menjawabnya dengan prestasi?
Nama pertama yang paling disorot mungkin adalah Marleve Mainaky yang menjadi pelatih kepala tunggal putri. Tahun lalu, nama Marleve juga sudah ada di daftar pelatnas Cipayung dengan posisi sebagai asisten pelatih tunggal putra. Posisi sebagai asisten pelatih sendiri pastinya beda dengan pelatih kepala yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap performa para pemainnya. Jika para pemain gagal menemukan performa terbaiknya, sudah pastilah pelatih kepala yang akan dicari dan dimintai pertanggung jawaban, dan bukannya sang asisten pelatih.
Menariknya, Marleve Mainaky sendiri sudah memiliki pengalaman menjadi pelatih tunggal putri pelatnas Cipayung beberapa tahun lalu sebelum akhirnya berselisih dengan pengurus era 2008-2012 dan memutuskan untuk keluar dari pelatnas Cipayung.
Image
Yang jadi perhatian adalah kemudian mencuatnya keraguan tentang kapasitas Marleve mengangkat performa tunggal putri Indonesia setelah ini. Memang, dari segi kedekatan personal, Marleve bisa membina hubungan baik dengan para pemain tunggal putri dan itu bisa jadi nilai plus karena dengan demikian Marleve bisa menipiskan jarak antara pelatih dan pemain.
Namun jelas yang dicari oleh para publik bulu tangkis Indonesia adalah prestasi. Acuan keberhasilan Marleve bukan saat dirinya mampu berhubungan akrab dengan para pemain melainkan ketika dirinya mampu membuat para pemainnya berprestasi tinggi. Satu prestasi yang mengesankan dari Marleve adalah ketika mampu mendampingi Maria Kristin meraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008, namun setelah itu prestasi pebulu tangkis tunggal putri boleh dibilang melempem.
Dan untuk tahun ini sendiri, Marleve boleh dibilang akan mendapatkan tugas yang boleh dibilang lebih berat dibandingkan periode sebelumnya. Pasalnya, Sumber Daya Manusia yang ada untuk tunggal putri saat ini otomatis tak banyak berubah dibandingkan saat Marleve masih menduduki kursi pelatih tunggal putri sebelumnya. Marleve harus bisa mencari solusi dan memaksimalkan kematangan dan meningkatkan tingginya jam terbang pemain yang pastinya bertambah, dan meminimalisir kekurangan dari segi fisik yang mungkin menurun karena bertambahnya usia para pemain yang ada.
Yang kedua adalah Reony Mainaky. Nama ini sendiri sejatinya sudah muncul tahun lalu sebagai pelatih kepala ganda putri namun kemudian kedatangannya harus tertunda selama satu tahun untuk menyelesaikan kontrak yang ada.
Berbeda dengan Marleve yang dianggap sebagai wajah lama, kehadiran Reony Mainaky di pelatnas Cipayung boleh dibilang merupakan angin segar. Kisah sukses Reony membesut ganda Jepang menjadi salah satu ganda kuat di luar jajaran ganda hebat Cina menjadi salah satu jaminan bahwa Reony Mainaky punya kapasitas untuk melakukan hal yang sama di pelatnas Cipayung.
Tantangan bagi Reony saat nanti bergabung sangatlah jelas, ia harus bisa segera membawa perubahan terkait prestasi ganda putri Indonesia yang sejak dulu stagnan. Tidak perlu bermimpi terlalu jauh bisa memiliki ganda putri nomor satu dunia dalam waktu dekat, cukup memiliki 2-3 wakil di 10 besar dunia saja sudah merupakan tanda kemajuan yang sangat signifikan untuk nomor ini.
Reony sendiri tentunya harus siap menanggung beban tambahan ketika bersedia melatih Indonesia. Melatih pemain dari negeri sendiri, tentunya ia juga harus siap dengan tekanan yang lebih berat dari media-media lokal. Maklum, ekspektasi tinggi pastinya juga akan diikuti oleh beban yang tinggi dan kritik yang lebih deras ketika kenyataan tak sesuai harapan.
Yang terakhir adalah Richard Mainaky. Nama terakhir ini sepertinya nama yang paling jauh dari keraguan adanya unsur kekeluargaan dalam hal pemilihan nama pelatih, apalagi Richard Mainaky sudah lebih dulu menjadi pelatih sebelum Rexy Mainaky datang ke Cipayung awal tahun lalu. Maklum, Richard Mainaky adalah wajah lama yang sukses mengubah status ganda campuran di peta kekuatan Indonesia dalam lebih dari satu dasawarsa terakhir. Nomor ganda campuran yang tadinya hanya merupakan nomor buangan kini menjelma menjadi nomor andalan.
Image
Namun bukan lantas Richard Mainaky hadir di pos pelatih ganda campuran tanpa tantangan sedikit pun. Tugasnya tahun ini tetap tak berubah, yaitu memastikan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir selalu siap menjadi andalan di turnamen-turnamen besar. Tidak hanya itu, Richard juga sudah harus berhasil mendorong beberapa pasangan yang telah diproyeksikan sebelumnya menjelma menjadi andalan mengikuti kiprah Tontowi/Liliyana selama ini. Jika hal itu gagal dilakukan, maka tak pelak Richard Mainaky pun bisa berada dalam sorotan tajam.
Kalau boleh dibilang, sejatinya nama-nama Mainaky di atas sudah ‘hidup tenteram’ di luar pelatnas. Marleve Mainaky sebelumnya telah menjadi pelatih di PB Exist dan Reony Mainaky sudah berkiprah di Jepang yang pastinya keduanya pun tak memiliki permasalahan terkait finansial dan pendapatan. Jadi, alasan pemanggilan kedua pelatih itu oleh Rexy bukanlah karena nepotisme untuk mengamankan jalan rezeki keluarga.
Padahal pastinya akan lebih aman jika Rexy Mainaky memilih nama lain di luar keluarganya sebagai pelatih. Dirinya tak akan dicemooh berlebihan jika nantinya orang-orang di luar keluarganya itu gagal mengemban tugasnya sebagai pelatih. Beda halnya dengan saat ini, jika nantinya Marleve, Reony, dan Richard gagal sebagai pelatih, pastinya hubungan keluarga dengan Rexy akan dibawa ikut serta sebagai salah satu sebab kegagalan.
Namun jika diibaratkan seperti penjudi, Rexy bukanlah tipe penjudi penakut yang tanggung-tanggung dalam berbuat sesuatu. Rexy adalah penjudi yang akan mempertaruhkan semua miliknya di meja perjudian jika ia yakin akan memenangkannya dan tidak takut akan resiko kehilangan semua harta miliknya. Sama seperti hal itu, pastinya ada keyakinan kuat dalam diri Rexy ketika mengajak serta Marleve dan Reony dalam struktur kepelatihan di bawah tanggung jawabnya, dan Rexy pasti tidak takut dengan resiko kegagalan yang mungkin menantinya.
-Putra Permata Tegar Idaman-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar