Mainaky. Mainaky. Mainaky. Mainaky. Setidaknya ada empat kata Mainaky
yang akan ditemui saat mata anda menelusuri struktur pengurus dan
pelatih PBSI pada periode tahun ini. Nama-nama itu milik Rexy Mainaky
selaku Kabid Binpres, disusul Richard Mainaky (pelatih kepala ganda
campuran), Reony Mainaky (pelatih kepala ganda putri), dan Marleve
Mainaky (pelatih kepala tunggal putri).
Munculnya empat nama Mainaky dalam susunan pengurus dan pelatih
pelatnas Cipayung pada tahun ini tentu menjadi sebuah hal yang menarik.
Kini ada tiga Mainaky yang mengawal tiga dari lima nomor di pelatnas
plus satu Mainaky yang menjadi Kabid Binpres. Apakah ini menjadi salah
satu bentuk nepotisme karena Rexy selaku Kabid Binpres memiliki
kewenangan penuh untuk melakukan penunjukkan pelatih nomor per nomor?
Percayalah, kata nepotisme hanya akan dikait-kaitkan oleh para
pemerhati bulu tangkis di negeri ini kepada Rexy Mainaky ketika prestasi
bulu tangkis Indonesia jeblok dan tak menunjukkan perkembangan serta
perbaikan yang signifikan di tahun ini. Jika prestasi Indonesia di
tahun ini bisa meroket dan mengalami perbaikan signifikan, yang ada
hanya puji-pujian yang mengalir kepada Rexy sebagai penanggung jawab
hadirnya dinasti Mainaky di daftar pelatih pelatnas Cipayung tahun ini.
Yang kemudian berkembang menjadi pertanyaan adalah mampukah
Mainaky-Mainaky yang berada di jajaran pelatih tahun ini mengemban
kepercayaan Rexy Mainaky dan menjawabnya dengan prestasi?
Nama pertama yang paling disorot mungkin adalah Marleve Mainaky yang
menjadi pelatih kepala tunggal putri. Tahun lalu, nama Marleve juga
sudah ada di daftar pelatnas Cipayung dengan posisi sebagai asisten
pelatih tunggal putra. Posisi sebagai asisten pelatih sendiri pastinya
beda dengan pelatih kepala yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap
performa para pemainnya. Jika para pemain gagal menemukan performa
terbaiknya, sudah pastilah pelatih kepala yang akan dicari dan dimintai
pertanggung jawaban, dan bukannya sang asisten pelatih.
Menariknya, Marleve Mainaky sendiri sudah memiliki pengalaman menjadi
pelatih tunggal putri pelatnas Cipayung beberapa tahun lalu sebelum
akhirnya berselisih dengan pengurus era 2008-2012 dan memutuskan untuk
keluar dari pelatnas Cipayung.
Yang jadi perhatian adalah kemudian mencuatnya keraguan tentang
kapasitas Marleve mengangkat performa tunggal putri Indonesia setelah
ini. Memang, dari segi kedekatan personal, Marleve bisa membina hubungan
baik dengan para pemain tunggal putri dan itu bisa jadi nilai plus
karena dengan demikian Marleve bisa menipiskan jarak antara pelatih dan
pemain.
Namun jelas yang dicari oleh para publik bulu tangkis Indonesia
adalah prestasi. Acuan keberhasilan Marleve bukan saat dirinya mampu
berhubungan akrab dengan para pemain melainkan ketika dirinya mampu
membuat para pemainnya berprestasi tinggi. Satu prestasi yang
mengesankan dari Marleve adalah ketika mampu mendampingi Maria Kristin
meraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008, namun setelah itu
prestasi pebulu tangkis tunggal putri boleh dibilang melempem.
Dan untuk tahun ini sendiri, Marleve boleh dibilang akan mendapatkan
tugas yang boleh dibilang lebih berat dibandingkan periode sebelumnya.
Pasalnya, Sumber Daya Manusia yang ada untuk tunggal putri saat ini
otomatis tak banyak berubah dibandingkan saat Marleve masih menduduki
kursi pelatih tunggal putri sebelumnya. Marleve harus bisa mencari
solusi dan memaksimalkan kematangan dan meningkatkan tingginya jam
terbang pemain yang pastinya bertambah, dan meminimalisir kekurangan
dari segi fisik yang mungkin menurun karena bertambahnya usia para
pemain yang ada.
Yang kedua adalah Reony Mainaky. Nama ini sendiri sejatinya sudah
muncul tahun lalu sebagai pelatih kepala ganda putri namun kemudian
kedatangannya harus tertunda selama satu tahun untuk menyelesaikan
kontrak yang ada.
Berbeda dengan Marleve yang dianggap sebagai wajah lama, kehadiran
Reony Mainaky di pelatnas Cipayung boleh dibilang merupakan angin segar.
Kisah sukses Reony membesut ganda Jepang menjadi salah satu ganda kuat
di luar jajaran ganda hebat Cina menjadi salah satu jaminan bahwa Reony
Mainaky punya kapasitas untuk melakukan hal yang sama di pelatnas
Cipayung.
Tantangan bagi Reony saat nanti bergabung sangatlah jelas, ia harus
bisa segera membawa perubahan terkait prestasi ganda putri Indonesia
yang sejak dulu stagnan. Tidak perlu bermimpi terlalu jauh bisa memiliki
ganda putri nomor satu dunia dalam waktu dekat, cukup memiliki 2-3
wakil di 10 besar dunia saja sudah merupakan tanda kemajuan yang sangat
signifikan untuk nomor ini.
Reony sendiri tentunya harus siap menanggung beban tambahan ketika
bersedia melatih Indonesia. Melatih pemain dari negeri sendiri, tentunya
ia juga harus siap dengan tekanan yang lebih berat dari media-media
lokal. Maklum, ekspektasi tinggi pastinya juga akan diikuti oleh beban
yang tinggi dan kritik yang lebih deras ketika kenyataan tak sesuai
harapan.
Yang terakhir adalah Richard Mainaky. Nama terakhir ini sepertinya
nama yang paling jauh dari keraguan adanya unsur kekeluargaan dalam hal
pemilihan nama pelatih, apalagi Richard Mainaky sudah lebih dulu menjadi
pelatih sebelum Rexy Mainaky datang ke Cipayung awal tahun lalu.
Maklum, Richard Mainaky adalah wajah lama yang sukses mengubah status
ganda campuran di peta kekuatan Indonesia dalam lebih dari satu
dasawarsa terakhir. Nomor ganda campuran yang tadinya hanya merupakan
nomor buangan kini menjelma menjadi nomor andalan.
Namun bukan lantas Richard Mainaky hadir di pos pelatih ganda
campuran tanpa tantangan sedikit pun. Tugasnya tahun ini tetap tak
berubah, yaitu memastikan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir selalu siap
menjadi andalan di turnamen-turnamen besar. Tidak hanya itu, Richard
juga sudah harus berhasil mendorong beberapa pasangan yang telah
diproyeksikan sebelumnya menjelma menjadi andalan mengikuti kiprah
Tontowi/Liliyana selama ini. Jika hal itu gagal dilakukan, maka tak
pelak Richard Mainaky pun bisa berada dalam sorotan tajam.
Kalau boleh dibilang, sejatinya nama-nama Mainaky di atas sudah
‘hidup tenteram’ di luar pelatnas. Marleve Mainaky sebelumnya telah
menjadi pelatih di PB Exist dan Reony Mainaky sudah berkiprah di Jepang
yang pastinya keduanya pun tak memiliki permasalahan terkait finansial
dan pendapatan. Jadi, alasan pemanggilan kedua pelatih itu oleh Rexy
bukanlah karena nepotisme untuk mengamankan jalan rezeki keluarga.
Padahal pastinya akan lebih aman jika Rexy Mainaky memilih nama lain
di luar keluarganya sebagai pelatih. Dirinya tak akan dicemooh
berlebihan jika nantinya orang-orang di luar keluarganya itu gagal
mengemban tugasnya sebagai pelatih. Beda halnya dengan saat ini, jika
nantinya Marleve, Reony, dan Richard gagal sebagai pelatih, pastinya
hubungan keluarga dengan Rexy akan dibawa ikut serta sebagai salah satu
sebab kegagalan.
Namun jika diibaratkan seperti penjudi, Rexy bukanlah tipe penjudi
penakut yang tanggung-tanggung dalam berbuat sesuatu. Rexy adalah
penjudi yang akan mempertaruhkan semua miliknya di meja perjudian jika
ia yakin akan memenangkannya dan tidak takut akan resiko kehilangan
semua harta miliknya. Sama seperti hal itu, pastinya ada keyakinan kuat
dalam diri Rexy ketika mengajak serta Marleve dan Reony dalam struktur
kepelatihan di bawah tanggung jawabnya, dan Rexy pasti tidak takut
dengan resiko kegagalan yang mungkin menantinya.
-Putra Permata Tegar Idaman-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar