Rabu, 15 Januari 2014

Batas Simon Santoso

Simon Santoso berada di ujung pintu pelatnas Cipayung. Target masuk babak semifinal di Korea Super Series dan Malaysia Super Series Premier yang dibebankan kepada Simon hanya mampu dijawab Simon dengan hasil babak pertama di Korea dan tak lolos babak kualifikasi di Malaysia.
Ultimatum Rexy sudah dikeluarkan dan kini semua harus siap dengan konsekuensinya. Simon sendiri sudah tampak pasrah dengan kepastian statusnya di pelatnas Cipayung. Simon telah menegaskan bahwa dirinya siap jika memang harus keluar dari pelatnas Cipayung. Namun sudahkah sektor tunggal putra pelatnas siap kehilangan Simon?
Image
Berbalik ke belakang, Simon sudah disebut-sebut sebagai pemain masa depan Indonesia sejak ia masih berusia belasan. Ketika itu kemunculannya (bersama Sony Dwi Kuncoro) diharapkan mampu melapis dan menjadi penerima tongkat estafet dari Taufik Hidayat yang saat itu tengah berada di puncak karirnya.
Simon terus berjuang dari tahun ke tahun. Statusnya sebagai tunggal putra nomor tiga Indonesia mulai bergeser ke posisi kedua dan akhirnya sempat memegang tampuk sebagai tunggal putra dengan peringkat BWF tertinggi di Indonesia. Sejumlah prestasi ia ukir namun gunung prestasi yang Simon buat tak pernah bisa melampaui atau bahkan sekedar mendekati gunung prestasi yang telah dibuat oleh Taufik. Simon tetap dianggap gagal dalam upaya menembus persaingan papan atas dunia yang dikendalikan oleh Lin Dan dan Lee Chong Wei selama ini.
Adalah benar bahwa Simon sudah diberikan cukup waktu oleh pelatnas Cipayung untuk unjuk gigi dan Simon telah gagal mewujudkan harapan banyak orang Indonesia untuk melihat Indonesia kembali memiliki tunggal putra nomor satu dunia. Namun masalah ini bukan hanya masalah Simon sendiri melainkan masalah sektor tunggal putra pelatnas secara keseluruhan.
Sejak Indonesia menancapkan kukunya di kancah perbulu tangkisan dunia, sektor tunggal putra Indonesia terus menghadirkan nama-nama besar. Tan Joe Hok, Ferry Sonneville, Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Hastomo Arbi, Alan Budikusuma, Ardi B. Wiranata, Hariyanto Arbi, Joko Suprianto, Hendrawan, hingga Taufik. Nama Taufik itulah kemudian dianggap sebagai nama terakhir yang mampu mempertahankan supremasi tunggal putra Indonesia dalam persaingan bulu tangkis dunia.
Simon memang gagal mengemban tanggung jawab sebagai pewaris nomor tunggal putra Indonesia namun kegagalan itu sejatinya bukan milik Simon semata. Sejak Simon berada di pelatnas, telah banyak pula bibit-bibit tunggal putra yang masuk dan coba untuk mengejar mimpi menjadi pebulu tangkis tunggal putra nomor satu dunia. Namun kebanyakan dari mereka juga gagal dalam perjalanannya dan harus dicoret keberadaannya dari pelatnas Cipayung. Wajah skuat tunggal putra pelatnas Cipayung sendiri terbilang  sering mengalami perubahan anggota dari tahun ke tahunnya.
Sebagai gambaran, Tommy Sugiarto dan Dionysius Hayom Rumbaka yang disebut sebagai dua tunggal putra terbaik Indonesia saat ini pun rasanya belum melebihi level permainan terbaik Simon Santoso beberapa tahun silam. Jika boleh dikatakan, mungkin Tommy masih ada di level yang sama dengan performa terbaik Simon dahulu. Tommy dan juga Hayom belum benar-benar melakukan sebuah gebrakan yang besar dalam perjalanan karir mereka sehingga mereka layak disebut sudah mengungguli level permainan Simon.
Image
Di lapis bawah setelah Tommy dan Hayom, berjajar para pemain muda pelatnas yang masih terus bekerja keras merajut mimpi mereka menjadi tunggal putra nomor satu dunia. Jadi boleh dibilang sektor tunggal putra memang masih akan minim andalan untuk 1-2 tahun ke depan.
Jika memang waktu Simon sudah habis di pelatnas Cipayung, maka tantangan bagi Tommy, Hayom, dan pasukan tunggal putra lainnya adalah melewati gunung prestasi yang telah diciptakan Simon sejauh ini. Jika gunung prestasi yang telah dibangun Simon saja tak mampu dilewati oleh mereka, maka jangan berharap terlalu banyak mereka bisa menggapai dan menyamai level permainan dan gunung prestasi yang telah dibuat Taufik Hidayat dan legenda-legenda tunggal putra lainnya.
Lalu masihkah ada ruang bagi Simon untuk bertahan di pelatnas Cipayung? Jika berbicara jangka pendek, mungkin masih ada kesempatan meskipun kecil. Di tahun ini, PBSI menargetkan juara pada gelaran Piala Thomas 2014 mendatang. Sebelumnya pada tahun lalu, Rexy Mainaky sudah menyebut bahwa komposisi pemain yang dia inginkan untuk tunggal putra di Piala Thomas mendatang adalah Tommy dan Hayom yang akan jadi tulang punggung utama, Sony atau Simon di pilihan selanjutnya, dan satu tempat tersisa akan diisi oleh pemain muda.
Jika kondisi Sony selalu 100 persen fit, mungkin memang tak ada masalah jika akhirnya Simon keluar dari pelatnas Cipayung. Namun faktanya Sony sendiri juga rentan cedera. Jika nantinya Sony kembali cedera saat persiapan Piala Thomas, maka PBSI pastinya akan pusing tujuh keliling. Mengisi dua slot di luar Tommy dan Hayom dengan pemain muda? Rasanya itu pilihan yang sangat riskan jika dibandingkan dengan target juara yang telah dikumandangkan.
-Putra Permata Tegar Idaman-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar