Rabu, 19 Desember 2012

Mencermati Pelatnas Usia Dini




Satu tawaran program yang menarik yang dikemukakan oleh kepengurusan PBSI periode 2012-2016 adalah wacana diadakannya pelatnas usia dini. Meski masih berupa wacana dan menunggu rapat koordinasi dengan bidang pembinaan dan prestasi, setidaknya, program itu tidaklah masih dalam angan semata.


Gita Wirjawan sudah membangun asrama baru di sisi belakang komplek pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Itu artinya, pelaksanaan program pelatnas usia dini ini nantinya hanya tinggal menunggu keputusan dari bidang pembinaan dan prestasi mengenai perlu atau tidaknya atau penting atau tidaknya program pelatnas usia dini. Untuk fasilitas, rasanya sudah tidak ada masalah dan begitu disetujui, maka program ini bisa langsung jalan.


Permasalahan utama justru terletak di pertimbangan mengenai pentingnya pelaksanaan program pelatnas usia dini itu sendiri. Dengan menggelar program pelatnas usia dini, maka pemain yang dipanggil nantinya adalah pemain-pemain yang masih dalam batasan umur kategori remaja ke bawah, alias di bawah umur 17 tahun.


Lantaran hal itu, maka PBSI harus benar-benar menempatkan tujuan yang jelas terkait program ini.Pasalnya, biasanya pemain yang mulai direkrut ke pelatnas adalah pemain yang sudah mulai masuk ke dalam kelompok taruna yang pada era kepengurusan sebelumnya sering disebut pemain pelatnas pratama.


Dengan mengadakan program pelatnas usia dini, itu artinya PBSI harus bisa melakukan pendekatan yang baik dengan klub serta memberikan batasan yang jelas soal rekrutmen pemain yang diincar untuk bergabung ke program pelatnas usia dini.


Hal itu terjadi karena dengan mengadakan pelatnas usia dini, itu artinya ada sedikit penyempitan ruang gerak klub dalam melakukan pembinaan. Pemain yang nantinya sudah bagus di kategori remaja bisa langsung diambil oleh pelatnas PBSI. Di beberapa kepengurusan sebelumnya, pemain yang masuk kategori superior di remaja saja yang mungkin bisa langsung ditarik ke pelatnas,  tidak dalam program khusus pelatnas usia dini yang pastinya akan menarik atlet dalam jumlah yang cukup besar dan berdiri sendiri sebagai program yang terpisah dari pelatnas yang umumnya berjalan.


Susi Susanti, legenda bulu tangkis Indonesia yang kini menjabat sebagai staff ahli bidang pembinaan dan prestasi pernah bercerita bahwa kondisi awal karir dia sebagai pemain juga nyaris serupa dengan kondisi saat ini. Di tahun 1986, Susi yang saat itu masih berusia 15 tahun sudah masuk dalam program pantauan PBSI sebagai persiapan menyambut Olimpiade Barcelona 1992. Susi dan beberapa pemain muda lainnya yang dianggap berbakat diseleksi terus menerus hingga akhirnya pada tahun akhir jelang Olimpiade bisa diketahui siapa pemain yang bisa diandalkan.


Jika saat itu butuh enam tahun sampai sang atlet bisa jadi tumpuan harapan meraih medali emas Olimpiade, maka jika diambil persamaannya, berat bagi atlet pelatnas usia dini nantinya bisa diandalkan di Olimpiade Rio de Janeiro yang tinggal berjarak empat tahun dari sekarang. Logisnya, pemain yang jadi andalan di Olimpiade Rio de Janeiro nanti adalah pemain yang menjadi wakil Indonesia di kejuaraan junior dalam 1-2 tahun belakangan plus pemain muda yang ada di pelatnas saat ini.


Meski hampir tidak mungkin jadi andalan di Olimpiade Rio de Janeiro, program pelatnas usia dini sendiri punya sisi menarik untuk dicoba. Selama ini ada beberapa suara yang menyebut bahwa Indonesia sudah ketinggalan dalam proses regenerasi dibandingkan negara lain sehingga Pasukan Merah-Putih sering kesulitan mengejar laju negara lain. Ekstremnya, bahkan ada yang menyarankan potong generasi pemain sehingga PBSI saat ini fokus untuk menggembleng pemain muda saja agar di masa depan bisa kembali sejajar.


Nah, selagi Gita berjanji tidak akan ada masalah soal finansial, maka program pelatnas usia dini bisa saja menjadi program yang menarik untuk dicoba. Dengan dukungan finansial, PBSI mulai bisa meracik masa depan bulu tangkis Indonesia  selagi terus menjalankan program untuk pemain-pemain utama yang ada saat ini. Bagaimanapun, pemain utama yang ada saat ini masihlah merupakan pemain yang terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan demikian maka kedua program ini bisa berjalan tanpa saling mengorbankan. Dengan demikian, dilema antara prestasi dan regenerasi sendiri tak akan kembali terjadi.


Sementara itu bicara mengenai tantangan, ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh PBSI jika program ini benar-benar terealisasi. Yang pertama, PBSI harus mampu meyakinkan tiap klub tempat pemain yang diincar untuk bergabung ke program pelatnas usia dini. PBSI harus berani berjanji bahwa program yang mereka tawarkan nantinya memiliki keunggulan dibandingkan program yang ada di klub. Selain itu, juga harus ada jaminan bahwa pemain yang bergabung di pelatnas usia dini benar-benar diberdayakan di pelatnas.


Yang kedua, tentu sasaran turnamen yang akan diberikan untuk para pemain pelatnas usia dini ini. Apakah nantinya mereka akan dikirim ke turnamen luar negeri dengan kategori misalnya future atau international dan kemudian beranjak ke level selanjutnya jika dirasa mampu? Atau hanya berlaga di kisaran nasional seperti sirkuit nasional dan turnamen swasta nasional? Semua ini nantinya akan sejurus dengan target-target yang ingin dicapai oleh PBSI sendiri terkait program itu. Apakah program itu untuk menjadi juara dunia junior dan juara kejuaraan beregu junior misalnya.


Yang ketiga, PBSI harus mampu menyadari beratnya nama ‘pemain pelatnas’ yang akan disandang oleh para pemain muda ini nantinya. Dengan status sebagai pemain pelatnas, gerak-gerik mereka akan selalu jadi pantauan publik, baik itu saat berlaga di turnamen dalam negeri maupun luar negeri. Karena itu, butuh penanaman mental yang kuat bagi para pemain ini.


Mental yang kuat juga mutlak dibutuhkan para pemain yang tergabung di pelatnas usia dini andai nantinya mereka tersisih dari persaingan selama menjalani program latihan dalam satu-dua tahun ke depan. Jangan sampai, mereka yang tersisih, dimana umur mereka masih belasan, menjadi putus asa dan tak lagi bersemangat menjalani karir mereka sebagai pebulu tangkis. Tumbuhkan harapan kepada mereka bahwa dengan umur masih muda, segalanya masih mungkin terjadi meski mereka tersisih di program pelatnas usia dini.


Tentunya banyak yang berharap, pelatnas usia dini ini bisa menghasilkan bintang yang berkualitas dunia seperti masa kejayaan. Ibarat merawat benih bunga sejak dini, tentu bunga yang mekar indah yang diharapkan, bukan kenyataan kejam berupa bunga yang layu sebelum berkembang lantaran kesalahan pola perawatan.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Kamis, 29 November 2012

Kayu Bakar, Bahan Bakar, Pemantik Api dan Bulu Tangkis Indonesia


Dalam sebuah acara outdoor seperti berkemah, api unggun sering kali menjadi acara puncak dari daftar acara yang ada. Dalam kesempatan seperti itu, sering kali kita melihat betapa megahnya kobaran api unggun yang membara menghias kegelapan langit malam.

 
Rahasia kemegahan api unggun jelas terlihat dari pemilihan kayu bakar yang bagus, ketersediaan bahan bakar, dan pastinya pemantik api. Jika saja ada satu dari tiga unsur tersebut yang tidak terpenuhi dengan baik, maka akan sulit menciptakan kobaran api yang besar.

 
Analogi di atas bisa dikaitkan pada pengembangan prestasi bulu tangkis di Indonesia. Jika prestasi tinggi adalah kobaran api yang besar, maka atlet adalah kayu bakar, bidang pembinaan prestasi termasuk pelatih adalah pemantik api, dan pengurus PBSI adalah bahan bakar (minyak tanah/bensin).


Dimulai dari atlet, dalam diri atlet haruslah menetapkan diri dalam posisi siap berprestasi. Tekad untuk menang dalam diri harus besar. Tekad itu kemudian harus diaplikasikan dalam bentuk kerja keras mulai dari saat latihan, pertandingan, hingga pasca pertandingan. 


Mereka harus berpikir bahwa karir mereka sebagai atlet adalah karir singkat. Tak boleh ada detik dan menit yang terbuang sia-sia karena nantinya hal itu bisa menjadi penyesalan di masa tua. Sekali memilih jalur sebagai atlet, maka saat itu pula komitmen dan konsistensi niat mereka ditentukan. Memang berat, karena di usia muda, usia dimana orang umum tengah menikmati kegembiraan untuk berekspresi dengan berbagai aktivitas, mereka sudah harus fokus menata prestasi dan berpeluh keringat berlatih setiap hari. Itulah konsekuensi yang harus mereka jalani lantaran memilih meniti karir sebagai pebulu tangkis di negeri ini. Sebuah cita-cita dan ambisi yang mulia dimana harus diletakkan kerja keras di dalamnya.


Karena memang sulit untuk menciptakan prestasi besar, jika atlet sendiri tidak memiliki keinginan untuk maju dan berprestasi atau memiliki keinginan maju tapi tanpa aplikasi. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api yang besar jika kayu bakar yang ada basah, tak peduli betapa banyaknya pemantik api atau bahan bakar yang tersedia. 


Yang kedua, adalah bidang pembinaan dan prestasi termasuk pelatih di dalamnya. Unit ini jelas memegang peranan penting dalam terciptanya prestasi tingkat dunia. Pelatih harus punya visi yang jelas dalam melihat potensi dan bakat atlet. Pelatih juga harus memiliki misi dan program-program yang bermuara pada prestasi. Tidak hanya itu, pelatih juga sebaiknya bisa berperan sebagai orang tua atlet selama atlet berada di pelatnas Cipayung karena dengan demikian akan mudah bagi pelatih untuk menggali permasalahan yang dialami atlet dalam kesehariannya yang terkadang berpotensi menghambat perkembangannya.


Sama halnya dengan pelatih, bidang pembinaan dan prestasi sebagai pihak yang mengawasi program pelatnas secara keseluruhan juga harus jeli dan cermat. Pengiriman pemain ke berbagai turnamen harus disertai tujuan dan target yang jelas. Dengan demikian, maka kesempatan bertanding di event internasional akan mengeluarkan hasil yang optimal. 


Jelas peran bidang pembinaan dan prestasi beserta pelatih sangat besar peranannya. Tanpa bidang pembinaan dan prestasi serta pelatih yang bagus, sulit bagi Indonesia mendapatkan atlet yang berlevel papan atas. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api yang besar tanpa adanya pemantik api, meskipun kayu bakar kualitas bagus dan bahan bakar tersedia.


Yang terakhir, Pengurus PBSI. Dalam meramu kesuksesan, Pengurus PBSI juga memiliki tanggung jawab yang besar. Mereka harus bisa menciptakan suasana yang kondusif di pelatnas sehingga pelatih dan pemain bisa bekerja dengan tenang.


Selain itu, Pengurus PBSI juga wajib memenuhi fasilitas di Pelatnas Cipayung sehingga segala program yang dibuat oleh bidang pembinaan dan prestasi bisa mendapat dukungan optimal, baik itu fasilitas utama seperti fasilitas untuk latihan maupun fasilitas penunjang seperti fasilitas kesehatan maupun gizi.


Tidak hanya itu, PBSI juga harus piawai mengurus kebutuhan dana yang diperlukan pelatnas setiap tahunnya. Baik itu pencarian lewat swasta dimana sebelumnya hal tersebut kurang terlaksana dengan baik maupun lewat permohonan kepada pemerintah. Jika dana tak lagi menjadi masalah, maka tak ada lagi alasan bahwa program tak jalan lantaran masalah keuangan.


Jika Pengurus PBSI tak bisa menampilkan kinerja yang baik, maka berat bagi pelatih dan atlet untuk berprestasi. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api tanpa bantuan bahan bakar seperti minyak tanah atau bensin. Tanpa itu, butuh perjuangan berat bagi pemantik api untuk membuat kobaran api yang besar, belum lagi resiko api mati di tengah jalan.


Kesimpulannya, jika atlet, pelatih, dan Pengurus PBSI bisa menjalankan kewajiban dan menunjukkan kinerja dengan baik, maka peluang munculnya prestasi akan lebih besar. Hal itu terjadi lantaran prestasi adalah kerja kolektif, bukan dorongan satu sisi. Sama halnya dengan kobaran api yang besar yang akan terjadi jika kriteria kayu bakar, bahan bakar, dan pemantik api yang baik terpenuhi.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Selasa, 20 November 2012

Atlet Bulu Tangkis, Atlet Elit di Indonesia




Di sebuah ruangan setahun lalu, seorang manajer tim salah satu olahraga yang dipersiapkan untuk SEA Games 2011 mengeluhkan belum keluarnya dana dari pemerintah maupun BUMN sebagai bapak angkat PB tersebut. Beliau mengeluh, wajar karena perjalanan pelatnas cabang olahraga tersebut butuh hembusan dana bila ingin terus berjalan.

Beberapa kilometer dari tempat itu, suasana di pelatnas Cipayung tampak berjalan biasa saja di waktu yang bersamaan. Latihan terus berjalan normal dan SEA Games 2011 pun seolah bukan sebagai ajang spesial yang sangat mereka nantikan. Para atlet terus berlatih seperti biasa, penuh keringat dan semangat.
Pemandangan satu tahun lalu, dan mungkin akan terjadi lagi dalam persiapan menuju SEA Games 2013, adalah sebuah bukti bahwa atlet bulu tangkis memiliki tempat istimewa dalam dunia olahraga di Indonesia sejauh ini.

Di saat atlet lainnya menganggap SEA Games sebagai sebuah ajang besar, ajang pembuktian diri, dan ajang mengukir prestasi tertinggi, standar SEA Games bagi para pebulu tangkis masih dalam level atau taraf yang biasa saja. Spesial memang, namun bukan yang paling diinginkan, mengingat level dan standar prestasi bagi para pebulu tangkis Indonesia adalah level dunia, bukan terbatas di lingkup Asia Tenggara.

Lantaran tradisi itulah, para pebulu tangkis pelatnas Indonesia sendiri akhirnya masuk kategori elit di antara atlet lainnya yang ada di negeri ini yang akhirnya berdampak pada fasilitas dan kesejahteraan yang menyenangkan. 

Atlet pelatnas bulu tangkis, bisa menjalani program pemusatan latihan sepanjang tahun, tanpa pernah terhenti dan terputus, kecuali saat libur lebaran atau libur akhir tahun. Berbeda dengan banyak cabang olahraga lainnya dimana kadang pemusatan latihan baru dilakukan beberapa bulan jelang pertarungan.

Atlet pelatnas bulu tangkis, memiliki asrama yang dilengkapi berbagai fasilitas di Cipayung. Setiap pagi mereka bisa berlatih rutin dan intens sesuai program hanya dengan melangkahkan kaki beberapa kali. Sementara banyak atlet lain yang harus menunggu pemanggilan dari PB Pusat untuk melakukan latihan. 

Dilihat dari kesempatan bertanding, atlet pelatnas bulu tangkis pun sudah akrab dengan turnamen luar negeri sepanjang tahun, beda halnya dengan atlet lainnya yang program tanding keluar negeri-nya baru diagendakan jelang ajang multi event.

Dari segi penghasilan, pun demikian. Memang, mungkin sebagian pesepak bola memiliki gaji dan pendapatan yang lebih tinggi dari atlet bulu tangkis, namun cerita soal keterlambatan gaji menjadikan atlet bulu tangkis ada di posisi yang nyaman dan tenang. 

Sebagai gambaran, untuk tahun ini, nilai kontrak untuk pelatnas PBSI tergantung dari posisi di peringkat BWF yang mereka tempati. Semakin tinggi mereka berdiri, maka semakin banyak besaran rupiah yang mereka nikmati. Hal ini pun kemudian belum ditambah prize money andai mereka memenangkan sebuah turnamen. Belum lagi ditambah janji Gita Wirjawan untuk terus meningkatkan kesejahteraan atlet dalam masa kepemimpinannya nanti. Singkat kata, atlet bulu tangkis memiliki banyak jalan jika ingin menjadi berkecukupan dari segi materi. Tak seperti atlet lainnya yang mungkin harus menunggu bonus PON atau SEA Games untuk menambah jumlah rekening di tabungannya secara signifikan.

Lalu dengan tingkat ‘kenyamanan’ seperti itu, jelas tidak mudah bagi tiap orang untuk bisa jadi anggota pelatnas. Dari ribuan atlet tingkat pemula, hanya akan bisa bertahan beberapa saja yang berhasil masuk pelatnas. Gambaran seperti ini mendeskripsikan betapa ketatnya persaingan dan kompetisi yang harus dilalui oleh tiap atlet untuk mencapai tempat bernama pelatnas Cipayung.

Karena itu, ketika pemain-pemain sudah tiba di Cipayung, alangkah baiknya para pemain itu tak melupakan jalan panjang yang telah mereka tempuh untuk sampai di tempat tersebut. Berapa banyak pesaing yang mereka jatuhkan dan berapa banyaknya bulir keringat yang telah mereka teteskan untuk mencapai pelatnas Cipayung yang jadi tempat impian banyak orang.

Jangan terlena dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh pelatnas Cipayung hingga luput untuk kembali ngotot berjuang. Jangan terbuai dengan segala kemudahan yang ada di pelatnas Cipayung sehingga mereka mulai melemah untuk berjuang menggapai mimpi.

Tidak perlu jauh-jauh atas nama bangsa, alasan mereka harus menerapkan prinsip totalitas di pelatnas Cipayung sudah bisa lewat alasan kepentingan diri sendiri. Sebagai atlet, jelas masa edar yang mereka miliki sangatlah terbatas. Berbeda dengan jenjang karir profesional lainnya dimana umur 30 semakin menunjukkan peningkatan, baik dari posisi maupun kesejahteraan, bagi atlet usia 30 jelas merupakan sinyal peringatan bahwa perjalanan mereka sebentar lagi akan berakhir. Jika tak menabung dan memupuk kesejahteraan lewat torehan prestasi semasa aktif, maka ke depannya akan lebih sulit bagi mereka untuk menjalani hari tua.

Karena itu manfaatkan sebaik-baiknya masa yang ada di pelatnas, agar tak ada penyesalan saat waktunya melangkah keluar dari sana. Agar tak ada rasa kecewa karena tidak mengeluarkan seluruh potensi yang sebenarnya ada di dalam diri mereka.

-Putra Permata Tegar Idaman-



Senin, 05 November 2012

Pelajaran di Balik Sukses Edi/Melati




Kejuaraan Dunia Junior 2012 di Chiba, Jepang, berakhir bahagia bagi Indonesia. Memang, dengan melihat track record Indonesia di turnamen ini, satu gelar yang kembali berhasil dibawa pulang lewat kemenangan Edi Subaktiar/Melati Daeva sudah tergolong merupakan kesuksesan. Dengan gelar itu, Indonesia melanjutkan sukses tahun lalu dimana Indonesia juga meraih keberhasilan di nomor ganda campuran lewat Alfian Eko/Gloria Widjaja. Sebelum Alfian/Gloria berjaya, hampir 20 tahun Indonesia tak memiliki juara dunia di kategori junior.

Lalu, apa yang bisa dipetik dan dipelajari dari sukses Edi/Melati sebagai juara dunia junior tahun ini? Salah satunya adalah betapa besarnya potensi para pemain Indonesia untuk bermain rangkap di dua nomor, dimana lazimnya mereka akan bermain di nomor ganda putra/ganda putri dan nomor ganda campuran.

Edi dan Melati adalah dua pemain yang juga terbilang berbakat untuk nomor ganda putra dan ganda putri. Edi adalah juara Asia Junior 2012 di nomor ganda putra dimana ia berpasangan dengan Arya Maulana sementara Melati sempat dipanggil ke pelatnas tahun lalu lewat jalur ganda putri bersama pasangannya, Ririn Amelia, meski akhirnya panggilan tersebut ditolaknya.

Di Kejuaraan Dunia Junior 2012 sendiri, Edi dan Melati seolah mendapatkan keuntungan lain dari bermain rangkap.Setelah gagal di nomor ganda putra dan ganda putri, duet Edi/Melati masih mendapat kesempatan kedua di nomor ganda campuran. Selain itu, motivasi bermain mereka di nomor ganda campuran menjadi semakin besar mengingat mereka butuh pelampiasan untuk menutup luka lantaran kalah di nomor lainnya. Jadilah hal itu salah satu kekuatan Edi/Melati menggapai tangga juara di Chiba.

Edi/Melati dan juga banyak pebulu tangkis muda Indonesia lainnya sejatinya tak akan banyak mengalami kesulitan untuk bermain rangkap di dua nomor karena di berbagai turnamen semasa junior kebanyakan pemain ganda putra dan ganda putri juga bermain di nomor ganda campuran. Biasanya, hal itu dilakukan lantaran pelatih dan klub yang menaungi pemain ingin melihat potensi pemainnya secara maksimal. Selain itu, main rangkap semasa junior terkadang juga dikarenakan pelatih dan klub ingin sang pemain memiliki variasi pukulan, serangan, dan pertahanan yang lebih banyak. Karena beda nomor yang diikuti, maka akan beda pula pola permainannya secara umum.

Kemudian ketika ditarik ke arah pelatnas Cipayung, maka kebijakan satu pemain satu nomor yang ada hingga kepengurusan PBSI 2008-2012 lalu tentu menjadi sebuah hal yang amat disayangkan. Pasalnya, dengan kebijakan seperti itu, itu berarti PBSI mematikan satu potensi besar yang mungkin ada di masa depan.

Kini, ketika Kepengurusan PBSI memasuki periode baru, tentu berhembus keinginan bahwa beberapa nama yang memang berbakat di dua nomor, khususnya para pemain muda sebaiknya tetap dibiarkan terjun di dua nomor saat menjadi anggota pelatnas. 

Dengan bermain rangkap, keuntungannya adalah pemain dan tentunya pelatih masih memiliki dua opsi di nomor mana seorang pemain benar-benar bisa tampil optimal. Selain itu, pengalaman yang didapat pemain pun menjadi berlipat ganda ketika bermain rangkap karena di tiap turnamen yang mereka ikuti, mereka selalu terjun di dua nomor yang artinya jam terbang mereka lebih tinggi dibandingkan biasanya.

Barulah nanti ketika menginjak 2-3 tahun, pemain dan pelatih bisa memutuskan nomor mana yang bisa dipilih yang tentunya didasarkan pada besaran peluang untuk berprestasi bagi atletnya. Jika selama waktu tersebut pemain tetap menunjukkan prestasi yang sama bagusnya di dua nomor, maka tak ada salahnya untuk tetap mempertahankan statusnya sebagai pemain rangkap dua nomor.

Dalam beberapa kesempatan wawancara, beberapa pemain pun menyatakan keinginan mereka untuk bisa tampil rangkap di dua nomor. Salah satu alasan mereka yang populer adalah ingin mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk memastikan dimana potensi mereka sesungguhnya berada.

Hal yang patut diperhatikan sendiri dari bermain di nomor rangkap, jelas soal porsi stamina yang juga harus ekstra. Namun peningkatan stamina sendiri bukanlah sebuah kendala besar andai motivasi pemain untuk bisa unjuk gigi di dua nomor ada di titik yang tinggi. Selain itu, pemain yang ingin bermain rangkap tentunya sudah memiliki banyak pengalaman semasa junior dengan bermain di dua nomor dengan waktu yang berdekatan.

Eksplorasi nomor ganda sendiri memang sepertinya menjadi salah satu hal yang harus dilakukan PBSI dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, fakta yang ada di lapangan jelas menunjukkan bahwa perkembangan nomor tunggal Indonesia, baik pemain senior, pemain muda, maupun pemain junior tertinggal dibandingkan negara lainnya. Karena itulah, agar nama Indonesia tetap berada di papan atas persaingan bulu tangkis dunia, nomor ganda harus bisa jadi andalan. Dan, penerapan sistem main rangkap bisa jadi salah satu jalan yang diterapkan.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Jumat, 26 Oktober 2012

Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya....





Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Ini adalah tagline dari iklan yang masih terngiang-ngiang di benak saya meskipun ajaibnya saya justru tidak ingat produk apa yang mempopulerkan tagline tersebut.

Dihubungkan dengan kehidupan sosial, kesan pertama memang bisa jadi menjadi penentu langkah dan posisi setiap orang di kesempatan berikutnya. Kesan yang baik akan menimbulkan image positif yang bisa membuat orang tersebut lebih mudah diterima di langkah-langkah berikutnya.

Mengaitkan hal itu dengan Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) yang baru saja merampungkan nama-nama kabinet untuk periode 2012-2016, maka PB PBSI di bawah pimpinan Gita Wirjawan bisa dibilang telah menciptakan kesan pertama yang begitu menggoda. Bagaimana tidak, Rexy Mainaky, legenda bulu tangkis Indonesia sukses ditarik dan ditempatkan di posisi Kabid Binpres PBSI untuk periode empat tahun mendatang.

Kehadiran Rexy memang begitu menjanjikan sebuah perubahan. Maklum, nama Rexy yang sudah 12 tahun malang melintang di Inggris dan Malaysia serta beberapa bulan di Filipina memang selalu menjadi nama yang disayangkan karena berada di luar negeri di setiap perbincangan pencinta bulu tangkis di Indonesia. Sukses Rexy di luar negeri  diyakini bisa diterapkan pula di pelatnas PBSI yang saat ini tengah krisis prestasi.

Rexy terbukti mampu menciptakan tatanan dan dasar yang baik di perbulu tangkisan Inggris. Dia pula yang membuat ganda Malaysia disegani dipertengahan 2000-an lewat nama Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Karena itu, dengan SDM yang bagus yang diyakini tak pernah habis di Indonesia, maka Rexy bakal lebih mudah melakukan eksplorasi demi munculnya prestasi.

Selain Rexy nama lain yang mengejutkan adalah Susi Susanti yang menjadi staff ahli Bidang Pembinaan dan Prestasi. Meskipun Susi tidak akan aktif dalam keseharian lantaran hal itu menjadi tanggung jawab Rexy, namun dengan posisi yang dimiliki, Susi bisa dengan leluasa memberikan masukan dan pandangan terkait perkembangan prestasi pemain dan program yang menurutnya harus dijalankan. Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini tak perlu lagi sungkan dan merasa tak enak untuk memberi masukan karena dirinya punya posisi dan kewenangan.

Lalu, bagaimana selanjutnya? Langkah mengesankan yang dicetak PBSI tentunya tak lantas membuat PBSI bisa terlena di hari-hari selanjutnya. Justru lantaran mereka sudah mampu mengawali kinerja mereka dengan kesan baik, maka mereka harus mempertahankan kinerja itu mulai dari saat ini. Masyarakat pencinta bulu tangkis pastinya akan terus memantau dan memberikan penilaian terhadap tiap gerak-gerik yang dilakukan.
Gita sebagai pemimpin harus bisa mengawasi kinerja orang-orang yang telah dipilihnya di tiap posnya. Yang paling utama, jelas pos Bidang Pembinaan dan Prestasi yang merupakan pos inti yang menentukan sukses atau tidaknya keberhasilan Indonesia di masa mendatang.

Yang terjadi di periode kepengurusan 2008-2012 bisa jadi pelajaran. Saat itu, tugas Bidang Pembinaan dan Prestasi direcoki oleh pejabat lain yang tak berwenang. Alhasil, Lius Pongoh dan Hadi Nasri pun memilih mundur dari posisinya. Dengan kuasa penuh pada Bidang Pembinaan dan Prestasi, maka itu akan membuat Rexy bisa bekerja dengan leluasa. Dirinya pun bisa bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Hal inilah yang mesti dipahami benar oleh Gita sebagai nahkoda utama.

Setelah memenuhi janjinya untuk membentuk kepengurusan yang bagus, maka janji Gita selanjutnya yang menarik ditunggu adalah pembenahan fasilitas di pelatnas Cipayung. Setelah mendirikan satu bangunan asrama, kini dikabarkan PBSI akan siap membangun lintasan lari agar para pemain bisa latihan lari di tempat yang semestinya, bukan di dalam GOR.

Selain janji itu, janji lain yang pernah dikumandangkan Gita adalah perhatian terhadap kesejahteraan pemain dan pelatih. Pelatih sejauh ini masih belum mendapatkan kontrak jangka panjang yang selama ini mereka minta. Dengan adanya kontrak jangka panjang, pastinya pelatih semakin termotivasi untuk menjalankan tugasnya.

Jika semua janji manis Gita sudah dilaksanakan, muluskah jalan Indonesia menuju kebangkitan ? Tentunya hal itu belum bisa menjadi sebuah kepastian. Karena selagi Indonesia berbenah, negara lain seperti Cina, Korea, dan Jepang pun tetap terus berlatih intensif untuk menjaga jarak keunggulan mereka dengan Indonesia yang telah berhasil mereka ciptakan. Tetapi adanya pembenahan dalam sistem, perbaikan kesejahteraan, dan terciptanya pola latihan yang baik, jelas tetap merupakan sebuah modal besar dalam keinginan akan terwujudnya sebuah harapan.

-Putra Permata Tegar Idaman-