Untuk bagian kedua, di sini akan membahas tentang peluang di
kompetisi perorangan. Seperti yang diketahui, ada beberapa turnamen yang
menjadi target besar PBSI tahun ini yaitu All England, Kejuaraan Dunia,
Asian Games, dan BWF Final Super Series.
All England, Kejuaraan Dunia, Asian Games, dan BWF Final Super Series
Kesamaan dari empat ajang itu adalah jika melihat peta kekuatan
Indonesia di awal tahun, hanya Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang sepertinya bisa diberi tanggung jawab
untuk menuntaskan misi.
Namun perjalanan menuju ajang-ajang tersebut tentunya berbeda-beda.
Khusus untuk All England yang memang tinggal berjarak dua bulan dari
sekarang, nama Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sendiri jelas mutlak
bakal menjadi ujung tombak dalam menghadapi persaingan perebutan gelar
juara. Di luar nama-nama itu, sepertinya masih butuh usaha keras
berbalut kata kejutan untuk bisa menyaksikan pemain Indonesia lainnya
berjaya di podium tertinggi All England.
Yang menarik kemudian menyaksikan apakah saat penyelenggaraan
Kejuaraan Dunia (25-31 Agustus) dan Asian Games (28 September-5
Oktober), kekuatan Indonesia masih tetap bertumpu pada dua nama yang
ada, Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana ?
Sangat menggembirakan jika memang ternyata ada nama-nama lain yang
bisa bermunculan dan berdampingan sejajar dengan Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana sebagai kandidat kuat pemenang Kejuaraan Dunia dan
Asian Games. Dan Indonesia sendiri pun masih dibilang cukup beruntung
jika Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana tak terkendala cedera yang
mungkin bisa mengganggu konsistensi permainan mereka dalam perjalanan
setahun ke depan, sehingga nantinya mereka tetap bisa berdiri sebagai
andalan. Dan seburuk-buruknya adalah jika Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana mengalami penurunan performa atau cedera sehingga tak
lagi bisa dijadikan andalan di dua ajang besar tersebut.
Jika opsi tengah yang diambil yaitu belum ada nama pemain lainnya
yang bisa dijadikan andalan selain Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana,
maka bukan berarti PBSI bisa berlega hati. Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana berdiri menjadi ganda tangguh di nomor masing-masing
bukan tanpa pesaing. Mereka punya rival-rival berat di tiap nomor. Dan
selalu memajukan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana di tiap turnamen yang
menjadi target besar, maka Indonesia pastinya tidak mungkin bisa terus
berharap hasil manis di pengujung tiap turnamen tersebut.
Tahun lalu, Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana mampu membawa Indonesia
meraih dua titel juara dunia di Guangzhou. Sebuah prestasi yang sangat
luar biasa. Kalau boleh dibilang ini fenomenal karena hanya mereka
berdua yang berstatus menjadi andalan Indonesia di ajang ini.
Dua andalan yang berujung pada dua gelar juara tentu merupakan sebuah
hal yang akan sulit diulang beberapa kali, termasuk dalam All England,
Kejuaraan Dunia, dan Asian Games tahun ini. Sulit rasanya membayangkan
kemungkinan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana selalu berjaya di ajang
All England, Kejuaraan Dunia, dan Asian Games secara beruntun.
Ganda-ganda Korea, Cina, Denmark, dan Jepang tentu tak akan membiarkan
Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana melakukan hal itu dengan mudah.
Dengan gambaran demikian, maka pemikiran bahwa kegagalan meraih gelar
di salah satu target besar tahun ini, entah itu di All England,
Kejuaraan Dunia, atau Asian Games,serta BWF Final Super Series, terasa
wajar. Berat rasanya berharap kemungkinan Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana terus menerus berjaya di deretan ajang tersebut.
Kalaupun mungkin Indonesia memenuhi target menyabet gelar dari
turnamen-turnamen besar tersebut, mungkin Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana akan bergantian berperan sebagai penyelamat muka
Indonesia. Ahsan/Hendra juara di turnamen A, dan Tontowi/Liliyana
menjadi pemenang di turnamen B, begitu seterusnya.
Turnamen Super Series/Super Series Premier
Selain mendapat gelar dari turnamen-turnamen besar, PBSI juga
berharap meraih lebih banyak gelar super series/super series premier
dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu, Indonesia meraih 10 gelar dari 12
seri super series/super series premier plus satu gelar di BWF Final
Super Series. Torehan ini sendiri memang jauh lebih bagus dibandingkan
torehan tahun sebelumnya dimana Indonesia hanya meraih 4 gelar dan tanpa
titel di BWF Final Super Series.
Tapi lagi-lagi yang mendapat sorotan adalah 9 dari 11 gelar yang
didapat Indonesia tahun lalu berasal dari sumbangan Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana. Hanya ada Tommy Sugiarto di Singapura Super Series dan
Marcus Fernaldi Gideon/Markis Kido di Prancis Super Series sebagai dua
wakil di luar Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana yang mampu keluar
sebagai pemenang.
Untuk tahun ini, selain target jumlah gelar super series/super series
premier yang lebih banyak, patut kiranya diperhatikan jumlah pemenang
titel super series/super series premier yang lebih banyak dibandingkan
musim lalu yang hanya berjumlah empat orang. Para pemain yang selama ini
dianggap berada di lini kedua untuk urusan jadi andalan seperti Tommy
Sugiarto, Dionysius Hayom Rumbaka, Angga Pratama/Rian Agung, Greysia
Polii/Nitya Krishinda Maheswari, Riky Widianto/Richi Puspita Dili harus step up tahun ini.
Jika mungkin masih belum bisa memenangi titel juara pada empat
gelaran besar (All England, Kejuaraan Dunia, Asian Games, BWF Final
Super Series), maka setidaknya mereka bisa mulai berbicara di turnamen
super series lainnya dan mudah-mudahan mulai menjadi penghias daftar
penerima gelar juara. Berurutan dengan itu, pemain yang dianggap ada di
baris ketiga dalam daftar andalan pun juga harus mulai berbicara banyak
dan meraih gelar juara di turnamen level grand prix gold dan grand prix.
Jika itu tak bisa dilakukan oleh kelompok lini kedua ini sampai akhir
tahun nanti, maka boleh dibilang perkembangan prestasi bulu tangkis
Indonesia masih jalan di tempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar