Selasa, 05 Juni 2012

Misteri di Balik Gedung PBSI

BIASANYA, tempat yang terbilang misteri adalah tempat yang jauh dari keramaian, yang berteman sepi dan kesunyian. Gedung PBSI yang berada di Cipayung dan jauh dari keramaian Jakarta, memang memenuhi syarat tempat misteri jika ditinjau dari segi tempat dan lokasi. Namun, yang akan dibahas kali ini bukan misteri soal bangunan fisik gedung PBSI, melainkan misteri di balik banyaknya kontroversi yang muncul dari para pengurus yang mendiami tempat tersebut.
Sejak Djoko Santoso terpilih sebagai Ketua Umum PBSI untuk periode 2008-2012, sudah banyak keputusan kontroversial yang dicuatkan oleh PBSI terkait pengelolaan atau manajerial yang terkait erat dengan pembinaan dan prestasi pebulu tangkis. Manajemen yang kurang berjalan baik akhirnya memunculkan kerugian-kerugian dan berdampak negatif pada perkembangan bulu tangkis Indonesia.
Sejak tahun pertama aktif (2009), manajemen PBSI di bawah Djoko memang sudah mulai menebar benih-benih pertanyaan. Perihal pencoretan Mulyo Handoyo dari Cipayung yang berdampak mundurnya Taufik Hidayat dari pelatnas, menjadi awal dari benang kusut yang dibuat oleh PBSI. Setelah Taufik pergi, Vita Marissa pun ikut pergi.
Untuk kasus Vita, PBSI tak bisa melihat dengan jelas bagaimana pengorbanan Vita yang baru bertukar pasangan dari Flandy Limpele ke Muhammad Rijal saat menetapkan nilai kontrak. Lantaran masalah angka kontrak ini pulalah, Vita memilih pergi.
Rangkaian kepergian pemain pun terus berlanjut. Markis Kido yang kecewa karena PBSI tak mampu berkomunikasi dengan aktif perihal kesehatannya, pun memutuskan pergi dari Cipayung. Kepergian Kido diikuti Hendra Setiawan. Lantaran berada di luar, duet andalan Indonesia ini pun kurang mendapat pantauan berarti dan akhirnya mengalami penurunan prestasi.
Kemudian dari waktu ke waktu, pengelolaan PBSI era Djoko pun makin menunjukkan banyak kejadian yang mencengangkan. Kabid Binpres PBSI Lius Pongoh memilih mengundurkan diri di pengujung tahun 2010. Kekosongan Kabid Binpres ini ternyata berefek pada munculnya sosok Li Mao ke pelatnas Cipayung. Kedatangan Li Mao jelas sangatlah bersejarah karena ini kali pertama Indonesia memakai pelatih asing.
Cara kedatangan Li Mao yang tidak jelas, disebut-sebut lewat sumbangsih sponsor atau seseorang, kemudian sejalan dengan kontribusinya yang memang tak pernah nyata. Sosok Li Mao justru menyulut hengkangnya dua pelatih dari Cipayung, Marleve Mainaky dan Sarwendah Kusumawardhani. Dua mantan pebulu tangkis ini pergi karena tak ada mekanisme yang jelas yang mengatur peran mereka berdua setelah kedatangan Li Mao.
Kedatangan Li Mao sendiri sontak bisa dibilang membuat cemburu para pelatih lainnya. Pasalnya, Li Mao dengan mudahnya disodori kontrak dua tahun plus dibangunkan sebuah kediaman di dalam area Cipayung. Sementara itu, untuk pelatih lokal sendiri, aspirasi mereka yang meminta adanya kontrak durasi panjang tidak juga dikabulkan. PBSI berkilah tak ada dana yang keluar dari kantong mereka untuk program Li Mao, namun tetap saja PBSI tak bisa berlaku adil dalam hal perlakuan terhadap pelatih.
Tidak sampai di situ, sosok Li Mao pun membuat Kabid Binpres PBSI yang menggantikan Lius Pongoh, Hadi Nasri, tak mampu berbuat banyak sesuai strata jabatannya. Hadi yang masuk PBSI beberapa bulan setelah Li Mao masuk di pertengahan 2011, menyebut dirinya tak mampu berbuat banyak untuk nomor tunggal karena dirinya masuk setelah program Li Mao dibuat.
Alhasil, dalam satu tahun belakangan, nomor tunggal menjelma menjadi nomor yang sulit dijangkau. Mereka seperti berjalan sendiri di bawah kendali Li Mao tanpa pengawasan struktural dari Kabid Binpres. Jika nanti akhirnya Hadi benar-benar meninggalkan kursi Kabid Binpres seperti yang diisukan, tentu salah satu sebabnya adalah karena manajemen PBSI yang tak bisa membagi job desk dengan jelas.
Hampir empat tahun berjalan, kontroversi selalu menjadi “prestasi” yang menonjol dibandingkan jumlah trofi di kepengurusan  PBSI saat ini. Menarik untuk dinantikan, masihkah ada kontroversi lain yang menyusul dilakukan oleh  PBSI di saat masa kepengurusan mereka kini hanya menghitung bulan saja?

-Putra Permata Tegar Idaman-

1 komentar:

  1. yang penting smua udah berlalu,..
    smoga pak dhe gita bs memperbaiki smuanya,..
    n bs nepati janjinya memajukn prestasi n kesejahterahan atlet badminton INA :)


    http://www.anweli.blogspot.com

    BalasHapus