Minggu, 24 Juni 2012

Turun Tahta Demi Jadi Raja Seutuhnya




LeBron James. Sebuah nama fenomenal yang sudah selalu diperbincangkan sejak kedatangannya di NBA. Tidak perlu banyak bicara, James memang langsung menjadi sorotan ketika terpilih sebagai draft pertama yang diambil oleh Cleveland Cavaliers di tahun 2003 lalu. Prestasinya di tingkat sekolah dan universitas menjadi jaminan mutu bahwa James akan mudah menjadi bintang di NBA.

Benar saja, kepiawaian James sebagai seorang pebasket telah membuat sebuah perubahan besar di Cleveland Cavaliers. Tim yang dulunya merupakan tim semenjana perlahan tapi pasti menjadi tim besar, hebat, dan disegani. Julukan ‘King’ pun kemudian melekat pada James sebagai pertanda kehebatannya.
Bersama James, Cavaliers mampu menapak final NBA pada tahun 2007 sebelum akhirnya mereka dilumat oleh San Antonio Spurs 0-4. Keberhasilan masuk final untuk pertama kali ini diyakin akan disusul kesuksesan Cavaliers dan James memenangkan titel NBA pada tahun-tahun berikutnya.

Namun hingga musim 2010 berakhir, Cavaliers tak mampu juga menjadi juara, bahkan untuk menjejakkan kaki kembali ke final NBA pun tak sanggup. James, sang Raja pun membuat sebuah keputusan yang fenomenal. Dia turun dari tahta sebagai Raja di Cavaliers untuk memutuskan hijrah ke Miami Heat. Di Heat sendiri sudah ada Dwyane Wade yang merupakan ikon tersebut dan juga disaat bersamaan datang Chris Bosh. Ketiga pria ini bertekad bahu-membahu meraih titel juara NBA bersama-sama.

Lengsernya James dari tahta di Cavaliers menimbulkan banyak cemooh dari tiap orang. James dianggap tak bermental baja dan memilih jalur singkat. Dia dianggap tak sepadan dengan Michael Jordan yang tetap sabar bermain di Chicago Bulls sampai tiba masanya Bulls memasuki era juara. Namun James jelas memiliki kendali terhadap hidupnya sendiri. Ia ingin segera mengakhiri julukan ‘King of No Ring’ atau ‘King Without Ring’ yang selama ini menghinggapi dirinya. Apalah artinya julukan raja jika tanpa pernah memenangi mahkota juara? Dan bergabung dengan Heat adalah cara terbaik untuk meningkatkan presentase keberhasilan itu.

Masuk ke tim Heat, James pun harus membagi porsinya dengan Wade dan Bosh. Di satu sisi, James tak diperlakukan seistimewa di Cavaliers namun sisi positifnya, ketika tim tengah kesulitan, James tak harus menanggung beban itu sendirian. 

Saat Heat gagal di final NBA tahun lalu adalah contoh yang pas mengenai keputusan James untuk pindah. Andai James dan Cavaliers yang lolos ke final tahun lalu dan kembali gagal, maka James akan menjadi sasaran tembak sendirian. Bersama Heat, maka sosok The Big Three, dirinya bersama Wade dan Bosh lah yang dipersalahkan.

Walaupun tak sedominan di Cavaliers, sejatinya James tetap pemegang kendali utama permainan di Heat. Usia Wade yang dua tahun lebih tua darinya plus Bosh yang memang tak bisa jadi pemeran utama mendorong James untuk kembali menjadi pemeran utama di Heat. Julukan King pun tak sepenuhnya luntur karena James masih memegang kendali permainan. Saat Heat terdesak, James pun yang didaulat sebagai penanggung beban. Perbedaan utama terletak dari segi bantuan. Hadirnya Wade dan Bosh memberikan ketenangan yang lebih dalam diri James, sebuah hal yang tidak didapatkan James di Cavaliers sebelumnya
.
Kini James telah jadi raja seutuhnya. Raja dengan mahkota. Raja dengan cincin juara NBA melingkar di jarinya. Bahkan bukan tak mungkin, bukan kali ini saja James bersama Heat berjaya, bisa jadi mereka terus berkuasa di tahun-tahun berikutnya. Sukses James adalah sukses sebuah keputusan. James memutuskan bahwa dia tak bisa menjadi juara jika terus berjuang sendirian seperti di Cavaliers. Dia butuh teman-teman yang lebih kuat dan itulah yang dia dapat di Heat. Bola basket adalah olahraga tim dan juara milik tim terbaik dan belum tentu milik pemain terbaik. Namun untuk tahun ini, James mendapatkan keduanya, karena  MVP Reguler dan MVP Final, plus titel perdana NBA semua ada dalam genggamannya.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar