Selasa, 29 Mei 2012

Komplikasi di Balik Kegagalan Indonesia Saat Ini




Ya! Bulu tangkis Indonesia gagal dan itulah yang kemudian menjadi perhatian banyak orang.  Mengapa tim Thomas dan Uber Indonesia hanya bisa bertahan hingga perempat final terus menjadi pertanyaan. Yang paling disorot tentu performa Tim Thomas yang benar-benar buat semua orang cemas. Berhenti untuk pertama kalinya di babak perempat final, apalagi di tangan Jepang, jelas membuat semua orang terheran-heran.

Inilah gambaran utama di negeri ini. Bulu tangkis Indonesia memang terlalu hebat di masa lalu, sehingga semua kejayaan menjadi sebuah kebiasaan. Ketika Indonesia mulai terpuruk ke jurang hampa prestasi, barulah semua orang ramai-ramai bertanya apa yang terjadi saat ini?

Banyak masalah yang bisa ditunjuk sebagai sebab kegagalan Indonesia sehingga bisa sampai seperti ini. Semua pihak yang terkait bertanggung jawab untuk menyelesaikan urusan dan kewenangan mereka masing-masing.

Yang pertama, PBSI butuh sadar diri bahwa banyak luka dalam tubuh mereka. Contoh sederhananya saja, mereka tak mampu menjaga kekompakan tim Thomas dengan membiarkan Markis Kido pergi ke Papua untuk eksebisi seminggu jelang pertandingan. Sementara untuk tim Uber, polemik soal siapa yang berangkat ke Olimpiade London 2012 antara Maria Febe atau Adriyanti Firdasari jelas sedikit merusak konsentrasi mereka berdua di ajang ini.

Hal itu sendiri hanya sebagian kecil dari kontroversi yang ada di PBSI. Soal pemilihan pemain dan pencoretan pemain, peran pelatih asing, dan ketiadaan kontrak pelatih lokal belum dibahas detil di sini.
Yang kedua, Pemerintah harus membantu PBSI berbenah diri dari segi fasilitas penunjang. Tak bisa lagi omongan bahwa di jaman dulu, dengan semangat nasionalisme di tangan semua bisa berjalan dan kemenangan diraih di tangan. Di jaman maju seperti sekarang, pengaplikasian teknologi yang berkembang jelas menjadi suatu keharusan.

Berkunjung ke Cipayung, jelas sentra pembinaan pebulu tangkis Indonesia itu sudah mulai terlihat kelelahan mengejar jaman. Tak ada jogging track, alat fitness yang kurang menjadi sebuah pemandangan memprihatinkan. Belum lagi soal penanganan cedera yang tentunya tidak semaju di negara-negara saingan. 

Selama ini, untuk pemberangkatan atlet, PBSI menggunakan dana dari sponsor. Pemerintah hanya turun tangan ketika pertandingan tersebut dekat dengan ajang multi event seperti  Olimpiade, Asian Games, dan SEA Games. Itu pun hanya untuk beberapa pertandingan sementara pemain harus rutin mengikuti pertandingan selama satu tahun penuh.  Dengan kondisi demikian, maka saat terpuruk inilah Pemerintah mengambil peran. Jika tak bisa rutin menggelontorkan dana pengiriman, maka buatlah fasilitas bantuan yang diperlukan di pelatnas Cipayung. Dananya akan lebih besar namun keuntungannya jelas bisa dipetik dalam jangka panjang.

Yang ketiga, untuk para pemain, kembali harus disadarkan bahwa menjadi atlet bukan hanya sekedar bahwa mereka adalah harapan rakyat untuk mengharumkan nama bangsa. Lebih dari itu semua, atlet adalah profesi dan mereka harus bisa bertanggung jawab pada diri sendiri. Secara materi dan ekonomi, generasi saat ini mendapatkan hal yang lebih baik dibandingkan para senior mereka dulu kala. Jadikanlah hal itu untuk semakin termotivasi untuk berprestasi, jangan malah hal tersebut membuat mereka lebih mudah berpuas diri. Jika semua sudah berjalan signifikan, maka keberhasilan kemungkinan besar akan kembali menjadi sebuah kebiasaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar