Daud Yordan tampak begitu bersemangat
menghujamkan pukulan-pukulannya tanpa sasaran di depannya. Badannya bergerak
kesana kemari seolah ada lawan yang sedang dihadapinya. Tak berapa jauh
darinya, Damianus Yordan, kakak sekaligus pelatih Daud memberikan instruksi
demi instruksi. Suasana sasana tinju di Pintu VI Senayan itu sangatlah lengang
sehingga suara pukulan dna instruksi pun menggema di seluruh ruangan.
Itulah gambaran saat Daud melakukan shadow
boxing dalam persiapan menghadapi Celestino Caballero dua tahun lalu.
Begitu sepi dan tak banyak mendapat perhatian publik. Daud, yang ketika itu
belum terkalahkan, kemudian menyimpan ambisi untuk bisa mengalahkan Caballero
di BankAtlantic Center, Florida, 10 April 2010. Pasalnya, kemenangan akan
mendekatkan Daud pada sebuah pertarungan perebutan gelar juara dunia, demikian
janji Golden Boy Promotion, promotor yang menaungi Daud ketika itu.
Harapan tersebut berakhir kekecewaan.
Daud gagal mengaplikasikan persiapan maksimal selama berbulan-bulan di atas
ring. Proses adaptasi kondisi cuaca di Amerika Serikat yang hanya beberapa hari
menjadi alasan Daud tak maksimal. Meski kalah untuk pertama kalinya, Daud tak
larut dalam kekecewaan.
“Juara sejati bukan hanya milik mereka
yang tak pernah kalah, melainkan juga bagi mereka yang bisa bangkit dari
kekalahan.” Begitulah ucap Daud merespon
kekalahannya waktu itu. Selepas kalah dari Caballero, Daud kembali menunjukkan
penampilan impresif dengan menang TKO ronde enam atas Christian Abila dan
menang KO ronde pertama melawan Damian David Marciano.
Dua kemenangan itu ternyata mengantar
Daud untuk menjejakkan kaki di perebutan gelar juara dunia perdana baginya.
‘Sayang,’ perebutan gelar juara dunia itu adalah duel antara Daud melawan Chris
John, sang super champion kelas bulu WBA yang sudah lebih dulu jadi local
hero di Indonesia. Meski mampu mengimbangi, Daud dinyatakan kalah angka
mutlak melawan Chris John.
Kata-kata yang sama kembali diulangi
oleh Daud usai kekalahan ini. “Juara sejati bukan hanya milik mereka yang
tak pernah kalah, melainkan juga bagi mereka yang bisa bangkit dari kekalahan.”
Ya, itu kata-kata yang kembali terlontar dari mulut petinju yang ketika itu
masih berusia 23 tahun ini.
Daud melontarkan kata-kata tersebut
bukan hanya sekedar mencari alasan, melainkan sebuah keyakinan karena banyak
pelajaran yang bisa dipetik dari sebuah kekalahan. Salah satu bukti positifnya
adalah, setelah kekalahan melawan Chris John, Daud secara resmi bergabung di
bawah manajemen Mahkota Promotions pimpinan Raja Sapta Oktohari.
Dengan manajemen yang lebih rapi dan
ambisi Okto, panggilan Raja Sapta Oktohari untuk menciptakan juara dunia baru
asal Indonesia, maka tekad kuat Daud seolah menemukan puzzle yang hilang. Daud
menunjukkan kehebatannya dengan menang TKO atas Frankie Archuleta pada November
2011 lalu dan kemudian Okto menjawabnya dengan keberhasilan mendapatkan jalan
bagi Daud menuju juara dunia lewat kepastian pertarungan memperebutkan gelar
lowong IBO kelas bulu bagi Daud di kesempatan berikutnya.
Menghadapi Lorenzo Villanueva di atas
ring, Daud juga menunjukkan tekad juara sejati yang digenggamnya. Terjungkal di
ronde pertama, Daud merespon dengan kebangkitan di ronde kedua dengan memukul
jatuh Villanueva dua kali dan menghasilkan kemenangan KO di ronde kedua.
Usai sabuk juara dunia melingkar di pinggangnya, bukan
berarti ambisi Daud sudah menemukan ujung jalan. Dengan usia 24 tahun, masih
banyak yang bisa digapai dan dijadikan tujuan oleh petinju asal Ketapang ini.
Ingin menyamai atau bahkan melebihi nama besar Chris John bukan sebuah hal
mustahil untuk dilakukan karena jalan Daud masihlah panjang.
Salah satu caranya mungkin dengan menjadi petinju Indonesia
pertama yang mampu menyandang dua gelar juara dunia pada saat bersamaan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, tentunya tekad kuat Daud, dukungan pelatih, dan juga
manajemen promotor harus terus berjalan beriringan.
-Putra Permata Tegar Idaman-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar