Di sebuah ruangan setahun lalu, seorang manajer tim salah
satu olahraga yang dipersiapkan untuk SEA Games 2011 mengeluhkan belum
keluarnya dana dari pemerintah maupun BUMN sebagai bapak angkat PB tersebut.
Beliau mengeluh, wajar karena perjalanan pelatnas cabang olahraga tersebut
butuh hembusan dana bila ingin terus berjalan.
Beberapa kilometer dari tempat itu, suasana di pelatnas
Cipayung tampak berjalan biasa saja di waktu yang bersamaan. Latihan terus
berjalan normal dan SEA Games 2011 pun seolah bukan sebagai ajang spesial yang
sangat mereka nantikan. Para atlet terus berlatih seperti biasa, penuh keringat
dan semangat.
Pemandangan satu tahun lalu, dan mungkin akan terjadi lagi
dalam persiapan menuju SEA Games 2013, adalah sebuah bukti bahwa atlet bulu tangkis
memiliki tempat istimewa dalam dunia olahraga di Indonesia sejauh ini.
Di saat atlet lainnya menganggap SEA Games sebagai sebuah
ajang besar, ajang pembuktian diri, dan ajang mengukir prestasi tertinggi,
standar SEA Games bagi para pebulu tangkis masih dalam level atau taraf yang
biasa saja. Spesial memang, namun bukan yang paling diinginkan, mengingat level
dan standar prestasi bagi para pebulu tangkis Indonesia adalah level dunia,
bukan terbatas di lingkup Asia Tenggara.
Lantaran tradisi itulah, para pebulu tangkis pelatnas
Indonesia sendiri akhirnya masuk kategori elit di antara atlet lainnya yang ada
di negeri ini yang akhirnya berdampak pada fasilitas dan kesejahteraan yang
menyenangkan.
Atlet pelatnas bulu tangkis, bisa menjalani program pemusatan
latihan sepanjang tahun, tanpa pernah terhenti dan terputus, kecuali saat libur
lebaran atau libur akhir tahun. Berbeda dengan banyak cabang olahraga lainnya
dimana kadang pemusatan latihan baru dilakukan beberapa bulan jelang
pertarungan.
Atlet pelatnas bulu tangkis, memiliki asrama yang dilengkapi
berbagai fasilitas di Cipayung. Setiap pagi mereka bisa berlatih rutin dan
intens sesuai program hanya dengan melangkahkan kaki beberapa kali. Sementara
banyak atlet lain yang harus menunggu pemanggilan dari PB Pusat untuk melakukan
latihan.
Dilihat dari kesempatan bertanding, atlet pelatnas bulu tangkis pun
sudah akrab dengan turnamen luar negeri sepanjang tahun, beda halnya dengan
atlet lainnya yang program tanding keluar negeri-nya baru diagendakan jelang
ajang multi event.
Dari segi penghasilan, pun demikian. Memang, mungkin
sebagian pesepak bola memiliki gaji dan pendapatan yang lebih tinggi dari atlet
bulu tangkis, namun cerita soal keterlambatan gaji menjadikan atlet bulu
tangkis ada di posisi yang nyaman dan tenang.
Sebagai gambaran, untuk tahun ini, nilai kontrak untuk
pelatnas PBSI tergantung dari posisi di peringkat BWF yang mereka tempati.
Semakin tinggi mereka berdiri, maka semakin banyak besaran rupiah yang mereka
nikmati. Hal ini pun kemudian belum ditambah prize money andai mereka
memenangkan sebuah turnamen. Belum lagi ditambah janji Gita Wirjawan untuk
terus meningkatkan kesejahteraan atlet dalam masa kepemimpinannya nanti.
Singkat kata, atlet bulu tangkis memiliki banyak jalan jika ingin menjadi
berkecukupan dari segi materi. Tak seperti atlet lainnya yang mungkin harus
menunggu bonus PON atau SEA Games untuk menambah jumlah rekening di tabungannya
secara signifikan.
Lalu dengan tingkat ‘kenyamanan’ seperti itu, jelas tidak
mudah bagi tiap orang untuk bisa jadi anggota pelatnas. Dari ribuan atlet
tingkat pemula, hanya akan bisa bertahan beberapa saja yang berhasil masuk
pelatnas. Gambaran seperti ini mendeskripsikan betapa ketatnya persaingan dan
kompetisi yang harus dilalui oleh tiap atlet untuk mencapai tempat bernama
pelatnas Cipayung.
Karena itu, ketika pemain-pemain sudah tiba di Cipayung,
alangkah baiknya para pemain itu tak melupakan jalan panjang yang telah mereka
tempuh untuk sampai di tempat tersebut. Berapa banyak pesaing yang mereka
jatuhkan dan berapa banyaknya bulir keringat yang telah mereka teteskan untuk
mencapai pelatnas Cipayung yang jadi tempat impian banyak orang.
Jangan terlena dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh
pelatnas Cipayung hingga luput untuk kembali ngotot berjuang. Jangan terbuai
dengan segala kemudahan yang ada di pelatnas Cipayung sehingga mereka mulai melemah
untuk berjuang menggapai mimpi.
Tidak perlu jauh-jauh atas nama bangsa, alasan mereka harus
menerapkan prinsip totalitas di pelatnas Cipayung sudah bisa lewat alasan
kepentingan diri sendiri. Sebagai atlet, jelas masa edar yang mereka miliki
sangatlah terbatas. Berbeda dengan jenjang karir profesional lainnya dimana
umur 30 semakin menunjukkan peningkatan, baik dari posisi maupun kesejahteraan,
bagi atlet usia 30 jelas merupakan sinyal peringatan bahwa perjalanan mereka
sebentar lagi akan berakhir. Jika tak menabung dan memupuk kesejahteraan lewat
torehan prestasi semasa aktif, maka ke depannya akan lebih sulit bagi mereka
untuk menjalani hari tua.
Karena itu manfaatkan sebaik-baiknya masa yang ada di
pelatnas, agar tak ada penyesalan saat waktunya melangkah keluar dari sana. Agar
tak ada rasa kecewa karena tidak mengeluarkan seluruh potensi yang sebenarnya
ada di dalam diri mereka.
-Putra Permata Tegar Idaman-
haha kerennn,.. betulll bangettt tu,...
BalasHapussampai sekarang blm ad yg bs nyaingin prestasi atlet badminton,..bahkan olhrga sepak bola yg pling d gandrungi d indonesiapun prestasiny jauh dr badminto, bahkan kl d samaain ma catur or angkat besipun sepakbola jauhh tertinggal,..
CHAYOO BADMINTON
Dira Blaag
http://www.anweli.blogspot.com