Senin, 25 November 2013

Semakin Ramping, Semakin Diperhatikan




Bayangkan jika dua mata yang kita miliki ini melihat sekumpulan semut yang terbagi dalam lima kelompok. Jelas sulit bagi kita untuk melihat detil gerakan satu persatu dari para semut itu. Mungkin ada beberapa semut yang tampak menonjol di mata kita karena ia bertubuh besar atau perangainya paling aneh. Namun yang pasti tidak akan mungkin dua mata ini bisa mengawasi seluruh gerakan semut-semut yang ada. Jika jumlah semut itu berkurang, maka jangkauan pengawasan kita pastinya akan bertambah.

Gambaran itu mungkin sama halnya dengan jika masyarakat pecinta bulu tangkis melihat kondisi pelatnas bulu tangkis saat ini. Jika ditanya, nomor mana yang saat ini tengah terpuruk di Indonesia, maka jawabannya otomatis akan mengarah ke nomor tunggal putri di urutan pertama, ganda putri di urutan kedua, dan tunggal putra di urutan ketiga. Nomor ganda putra dan ganda campuran seolah berada di zona nyaman karena dianggap sudah memberikan bukti prestasi.

Nomor tunggal putri menjadi nomor yang disebut paling terpuruk karena di zaman dulu Indonesia memiliki sosok sehebat Susi Susanti ataupun Mia Audina. Di era 2000-an pun Indonesia memiliki Maria Kristin yang sempat menimbulkan secercah harapan sebelum akhirnya cedera berkepanjangan. Kini, belum ada pebulu tangkis tunggal putri yang bisa jadi andalan dan bersaing di level elit dunia bulu tangkis.

Nomor ganda putri menerima perlakuan sedikit lebih baik dari masyarakat pecinta bulu tangkis karena secara tradisi Indonesia tidaklah terlalu kuat di nomor ini. Jadi, ada sedikit rasa maklum yang menemani perjalanan nomor ganda putri meskipun saat ini torehan prestasi mereka juga jauh menurun dibandingkan generasi-generasi sebelumnya yang setidaknya bisa meramaikan persaingan di papan atas.

Untuk nomor tunggal putra, meski saat ini sejumlah nama ada di papan atas, namun jika dibandingkan dengan torehan di dekade sebelumnya, maka jelas mereka pun mengalami kemunduran. Pasalnya belum ada pemain yang mampu menjadi ujung tombak dan andalan dalam meraih titel demi titel di setiap turnamen besar seperti lazimnya para tunggal putra Indonesia di dekade-dekade sebelumnya.

Lalu bagaimana dengan nomor ganda putra dan ganda campuran? Apakah mereka telah menunjukkan konsistensi prestasi dan terhindar dari kata kemunduran? Sejatinya tidak 100 persen benar karena dua nomor itu hanya mengandalkan satu nama saja untuk urusan prestasi di level elit. Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan untuk nomor ganda putra dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di nomor ganda campuran. Jika dua nama itu dikesampingkan, maka belum ada yang benar-benar bisa jadi andalan dan siap memikul beban sebagai andalan dan menjadi juara.

Jadi secara umum, pemain lain di nomor ganda putra dan ganda campuran sejauh ini bernasib lebih baik dibandingkan tiga nomor lainnya karena mereka terlindungi oleh pamor Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Selama dua orang tersebut menjadi juara, maka dua nomor itu terus dianggap berhasil dan mempertahankan status sebagai nomor andalan.

Lalu apa kaitannya dengan wacana PBSI merampingkan skuat pelatnas pada tahun depan? Mungkin banyak yang bertanya-tanya tentang kebijakan ini karena di satu sisi sebenarnya PBSI tidak mengalami masalah sama sekali terkait pendanaan pemain dengan jumlah yang ada saat ini, yaitu 83 orang. Pun begitu halnya dengan fasilitas seperti lapangan dan kamar asrama. Semuanya masih bisa dipenuhi oleh PBSI.

Memang ada hal yang menarik dari wacana perampingan skuat pelatnas PBSI dari 83 orang menjadi kisaran 50-an. Jika dikalkulasikan dengan proses promosi, maka mungkin akan ada 40-50% nama yang hilang dari skuat pelatnas tahun ini. Sebuah jumlah yang besar dan tentunya sangat signifikan. Namun melihat bagaimana proyeksi dan bayangan skuat pelatnas di tahun depan, maka alasan dari PBSI akan muncul ke permukaan.

Dalam proyeksi yang ada, PBSI menyebut akan ada 5 pemain untuk nomor tunggal baik putra dan putri dan 4 pasang untuk ganda baik putra dan putri yang kesemuanya itu merupakan pemain untuk proyeksi Thomas-Uber tahun depan. Ditambah tiga pasang untuk nomor ganda campuran, maka dengan demikian sudah ada 32 pemain yang terdaftar. Sisa slot setelah itu nantinya diperuntukkan bagi pemain potensial maupun junior.

Dengan asumsi seperti itu, PBSI sepertinya tidak ingin memberikan ruang yang lebih besar bagi para pemain di dalamnya. Mereka ingin pemain yang ada di dalamnya benar-benar menajamkan persaingan di antara sesama sehingga tak ada kata ‘nyaman’ dalam status mereka sebagai pemain pelatnas. Mereka harus bisa terus masuk proyeksi tim untuk target-target besar jika tak ingin ke depannya posisi mereka digusur oleh pemain lainnya yang berusia lebih muda. Pemain muda pun harus terus memenuhi target antara sampai mereka dirasa matang untuk dibebani target besar.

Jumlah pemain yang lebih sedikit ini sendiri membuat atensi kepada tiap pemain menjadi lebih besar dibandingkan sebelumnya. Setiap gerak-gerik para pemain dari turnamen ke turnamen akan lebih dipantau dan diperhatikan. Dengan demikian pemain sendiri pastinya menyadari butuh usaha lebih keras dari biasanya untuk bisa bertahan di pelatnas Cipayung. Ketika mereka lengah, bukan tak mungkin tahun depan status pemain pelatnas bukan milik mereka lagi. 

-Putra Permata Tegar Idaman-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar