Senin, 04 November 2013

Gak Jatuh, Gak Belajar



Tim Junior Indonesia menapaki jalan yang berbeda dalam kiprah mereka di Kejuaraan Dunia Junior 2013 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di nomor perorangan, mereka tak meraih medali emas sekaligus gagal mengulangi prestasi dua tahun terakhir. Namun untuk nomor beregu Indonesia sukses menjadi runner up, torehan tertinggi sepanjang sejarah keikutsertaan Indonesia di ajang ini.

Kegagalan atau keberhasilan di level junior memang harus disikapi hati-hati oleh Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI). Jangan sampai kegagalan di level junior yang merupakan indikasi peringatan dini diabaikan begitu saja oleh mereka, namun jangan sampai pula kesuksesan di level junior dianggap garansi bahwa mereka juga nantinya akan berprestasi saat beranjak dewasa.

Melihat sejarah panjang Kejuaraan Dunia Junior, Indonesia memang sepertinya tak terlalu akrab dengan turnamen ini. Sejak edisi 1994, Indonesia tak memiliki satu pun gelar juara dunia junior sampai akhirnya Alfian Eko/Gloria Widjaja memutus catatan buruk itu pada tahun 2011. Tetapi toh nyatanya Indonesia tetap mampu memiliki banyak pemain hebat seperti Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro, Candra Wijaya, Tony Gunawan, Nova Widianto, Markis Kido, Hendra Setiawan, Liliyana Natsir, Maria Kristin, dan lain sebagainya pada periode 1994-2011. Nama-nama di atas bahkan mampu memberikan medali di Olimpiade meski tidak berstatus juara dunia junior.

Namun tidak lantas PP PBSI dan Indonesia bisa tenang-tenang saja melihat nihil gelar yang didapat Indonesia di turnamen tahun ini. Bagaimanapun, tim junior adalah pondasi tim Indonesia di masa depan, jadi pondasi harus dipersiapkan dengan baik. Semakin bagus pondasi sebuah bangunan, maka kemungkinan bangunan itu akan solid di masa depan akan semakin terbuka. Sama halnya dengan tim junior, semakin bagus bibit dan kemampuan mereka di level junior, maka peluang untuk memiliki bintang di masa depan tentu akan terbuka lebih lebar.

Untuk persiapan Tim Junior tahun ini sendiri berlangsung secara intensif selama tiga bulan pasca penampilan di Kejuaraan Asia Junior pertengahan tahun 2013 ini. Ke depannya, persiapan harus dilakukan lebih optimal terutama tentang rencana pelatnas usia dini sebagai bagian dari program jangka panjang PBSI. Nantinya program pelatnas usia dini sendiri bisa bersinergi dengan persiapan ke tiap ajang junior karena pemain sudah berkumpul di pelatnas sepanjang tahun dan persiapan bisa dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan.

Soal keberhasilan tim Indonesia menjadi runner up di nomor beregu untuk pertama kalinya pun tidak lantas harus dibesar-besarkan sebagai jaminan bahwa Indonesia akan memiliki komposisi tim yang bagus untuk nomor beregu di masa depan. Apresiasi patut diberikan pada perjuangan mereka, namun jangan sampai apresiasi tersebut melenakkan. Karena biar bagaimanapun hitungan real atau hitungan nyata prestasi seorang atlet adalah ketika ia sudah masuk ke ranah senior, bukan pada saat ia masih junior.

Fase dari junior menuju senior itulah yang kemudian menjadi fase krusial dimana perkembangan seorang pemain mutlak harus mendapat perhatian ekstra. Bisa saja dia yang saat junior menjadi juara, justru kemudian melempem saat naik tingkat ke fase senior. Atau bisa juga, seorang pemain yang hanya berstatus semifinalis saat junior malah bisa mendominasi saat beranjak senior.

Banyak faktor yang memengaruhi perubahan itu dan tidak selamanya mereka yang junior berada di atas akan selalu ada di atas. Faktor motivasi atlet menjadi faktor internal yang berpengaruh terhadap perkembangannya. Jika ia tak mudah berpuas diri, maka ia akan bisa terus berkembang sebagai seorang atlet. Yang kedua jelas perkembangan mental dan kepercayaan diri yang juga harus mutlak diasah sebagai bagian dari faktor internal yang harus terus diperbaiki.

Dari faktor eksternal, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi seperti lingkungan tempat berlatih dalam hal ini untuk Indonesia berarti pelatnas Cipayung. Yang kedua adalah faktor pesaing dimana setelah masuk fase senior itu berarti sang pemain akan menghadapi persaingan terbuka, dimana pemain yang sudah lebih dulu malang-melintang di dunia bulu tangkis sebelum mereka bisa saja menjadi lawan mereka di seberang net nantinya. Selain faktor-faktor di atas, faktor cedera pun bisa menjadi momok menakutkan karena bagaimanapun hebatnya bakat seorang atlet semua akan sia-sia jika ia terkendala cedera berkepanjangan.

Kegagalan di level junior tak perlu disikapi berlebihan. Karena seperti anak kecil yang belajar naik sepeda, maka wajar jika jatuh pada awalnya. Yang terpenting adalah memastikan bahwa mereka ada di arah yang benar. Bahwa jatuh-nya mereka kali ini adalah bagian dari proses menuju kejayaan mereka nanti.

Keberhasilan di level junior pun tak perlu disikapi berlebihan. Karena seperti anak kecil yang belajar naik sepeda, maka keberhasilan mereka mengayuh sepeda di kali pertama, belum menjamin mereka tak akan jatuh di beberapa langkah ke depannya nanti.

 Terima kasih atas perjuangannya di Bangkok Para Pemain Junior Indonesia, dan teruslah berjuang karena karir kalian masih panjang membentang!

-Putra Permata Tegar Idaman-

1 komentar: