Tim Junior Indonesia menapaki jalan yang berbeda dalam
kiprah mereka di Kejuaraan Dunia Junior 2013 dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Di nomor perorangan, mereka tak meraih medali emas sekaligus gagal
mengulangi prestasi dua tahun terakhir. Namun untuk nomor beregu Indonesia
sukses menjadi runner up, torehan tertinggi sepanjang sejarah keikutsertaan
Indonesia di ajang ini.
Kegagalan atau keberhasilan di level junior memang harus
disikapi hati-hati oleh Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia
(PP PBSI). Jangan sampai kegagalan di level junior yang merupakan indikasi
peringatan dini diabaikan begitu saja oleh mereka, namun jangan sampai pula
kesuksesan di level junior dianggap garansi bahwa mereka juga nantinya akan
berprestasi saat beranjak dewasa.
Melihat sejarah panjang Kejuaraan Dunia Junior, Indonesia
memang sepertinya tak terlalu akrab dengan turnamen ini. Sejak edisi 1994,
Indonesia tak memiliki satu pun gelar juara dunia junior sampai akhirnya Alfian
Eko/Gloria Widjaja memutus catatan buruk itu pada tahun 2011. Tetapi toh
nyatanya Indonesia tetap mampu memiliki banyak pemain hebat seperti Taufik
Hidayat, Sony Dwi Kuncoro, Candra Wijaya, Tony Gunawan, Nova Widianto, Markis
Kido, Hendra Setiawan, Liliyana Natsir, Maria Kristin, dan lain sebagainya pada
periode 1994-2011. Nama-nama di atas bahkan mampu memberikan medali di
Olimpiade meski tidak berstatus juara dunia junior.
Namun tidak lantas PP PBSI dan Indonesia bisa tenang-tenang
saja melihat nihil gelar yang didapat Indonesia di turnamen tahun ini. Bagaimanapun,
tim junior adalah pondasi tim Indonesia di masa depan, jadi pondasi harus
dipersiapkan dengan baik. Semakin bagus pondasi sebuah bangunan, maka
kemungkinan bangunan itu akan solid di masa depan akan semakin terbuka. Sama halnya
dengan tim junior, semakin bagus bibit dan kemampuan mereka di level junior,
maka peluang untuk memiliki bintang di masa depan tentu akan terbuka lebih
lebar.
Untuk persiapan Tim Junior tahun ini sendiri berlangsung
secara intensif selama tiga bulan pasca penampilan di Kejuaraan Asia Junior
pertengahan tahun 2013 ini. Ke depannya, persiapan harus dilakukan lebih
optimal terutama tentang rencana pelatnas usia dini sebagai bagian dari program
jangka panjang PBSI. Nantinya program pelatnas usia dini sendiri bisa
bersinergi dengan persiapan ke tiap ajang junior karena pemain sudah berkumpul
di pelatnas sepanjang tahun dan persiapan bisa dilakukan secara kontinyu dan
berkesinambungan.
Soal keberhasilan tim Indonesia menjadi runner up di nomor
beregu untuk pertama kalinya pun tidak lantas harus dibesar-besarkan sebagai
jaminan bahwa Indonesia akan memiliki komposisi tim yang bagus untuk nomor
beregu di masa depan. Apresiasi patut diberikan pada perjuangan mereka, namun
jangan sampai apresiasi tersebut melenakkan. Karena biar bagaimanapun hitungan
real atau hitungan nyata prestasi seorang atlet adalah ketika ia sudah masuk ke
ranah senior, bukan pada saat ia masih junior.
Fase dari junior menuju senior itulah yang kemudian menjadi
fase krusial dimana perkembangan seorang pemain mutlak harus mendapat perhatian
ekstra. Bisa saja dia yang saat junior menjadi juara, justru kemudian melempem
saat naik tingkat ke fase senior. Atau bisa juga, seorang pemain yang hanya
berstatus semifinalis saat junior malah bisa mendominasi saat beranjak senior.
Banyak faktor yang memengaruhi perubahan itu dan tidak
selamanya mereka yang junior berada di atas akan selalu ada di atas. Faktor
motivasi atlet menjadi faktor internal yang berpengaruh terhadap
perkembangannya. Jika ia tak mudah berpuas diri, maka ia akan bisa terus
berkembang sebagai seorang atlet. Yang kedua jelas perkembangan mental dan
kepercayaan diri yang juga harus mutlak diasah sebagai bagian dari faktor internal
yang harus terus diperbaiki.
Dari faktor eksternal, ada beberapa faktor yang bisa
memengaruhi seperti lingkungan tempat berlatih dalam hal ini untuk Indonesia
berarti pelatnas Cipayung. Yang kedua adalah faktor pesaing dimana setelah
masuk fase senior itu berarti sang pemain akan menghadapi persaingan terbuka,
dimana pemain yang sudah lebih dulu malang-melintang di dunia bulu tangkis
sebelum mereka bisa saja menjadi lawan mereka di seberang net nantinya. Selain faktor-faktor
di atas, faktor cedera pun bisa menjadi momok menakutkan karena bagaimanapun
hebatnya bakat seorang atlet semua akan sia-sia jika ia terkendala cedera
berkepanjangan.
Kegagalan di level junior tak perlu disikapi berlebihan. Karena
seperti anak kecil yang belajar naik sepeda, maka wajar jika jatuh pada
awalnya. Yang terpenting adalah memastikan bahwa mereka ada di arah yang benar.
Bahwa jatuh-nya mereka kali ini adalah bagian dari proses menuju kejayaan
mereka nanti.
Keberhasilan di level junior pun tak perlu disikapi
berlebihan. Karena seperti anak kecil yang belajar naik sepeda, maka
keberhasilan mereka mengayuh sepeda di kali pertama, belum menjamin mereka tak
akan jatuh di beberapa langkah ke depannya nanti.
Terima kasih atas
perjuangannya di Bangkok Para Pemain Junior Indonesia, dan teruslah berjuang
karena karir kalian masih panjang membentang!
-Putra Permata Tegar Idaman-
nice om (y)
BalasHapus