Kamis, 02 Agustus 2012

Semangat yang Terkikis di Bulu Tangkis




Citius. Altius. Fortius. Lebih Cepat. Lebih Tinggi. Lebih Kuat. Itu adalah moto Olimpiade yang diselenggarakan sejak 1896. Jelas maknanya bahwa siapapun atlet yang bertanding di Olimpiade akan berusaha menjadi yang terbaik, tak peduli bahwa secara kualitas mereka ada di bawah lawan-lawannya yang lebih hebat.

Namun semangat seperti itu agak tercoreng di pertandingan terakhir penyisihan grup bulu tangkis untuk nomor ganda putri. Yang menyedihkan, peristiwa ini melibatkan tiga kekuatan besar sekaligus tiga negara peraih medali emas terbanyak di cabang bulu tangkis, Cina, Korea, dan Indonesia.
Peristiwa bermula dari sebuah kejutan manakala Christina Pedersen/Kamilla Ryter Juhl berhasil mengalahkan Qing Tian/Zhao Yunlei di penyisihan grup D. Hal ini membuat Christina/Juhl menempati posisi juara grup dengan Qing/Zhao berstatus runner up.

Pada awalnya, Cina sendiri jelas menargetkan All Chinese Final karena Wang Xiaoli/Yu Yang merupakan unggulan pertama dan Qing/Zhao merupakan unggulan kedua. Lantaran Qing/Zhao hanya menempati posisi runner up, maka kedua pemain Cina ini bisa bentrok ada Wang/Yu tetap ada di posisi juara grup dan disinilah drama dimulai.

Wang/Yu ternyata benar-benar memainkan perannya. Mereka terlihat enggan menang melawan Jung Kyung Eun/Kim Ha Na yang merupakan duel penentuan juara grup A.  Mulai dari sini pun protes sudah mulai berdatangan baik dari dalam arena maupun lewat komentar di dunia maya. Misi Wang/Yu berhasil. Mereka kalah dan berstatus runner up grup A yang artinya tetap berada di blok yang berbeda dengan Qing/Zhao pada babak perempat final.

Efek domino kemudian menjalar dari fakta bahwa Wang/Yu hanya berstatus runner up grup A yang artinya bakal menantang juara grup C di babak perempat final. Ganda Korea, Ha Jung Eun/Kim Min Jung dan ganda Indonesia, Greysia Polii/Meiliana Jauhari, entah karena terbawa suasana di lapangan atau entah karena terpengaruh dengan sikap tidak sportif Wang/Yu malah melakukan hal yang sama. Kedua ganda ini seolah engga menjadi juara grup C yang artinya hal itu akan menghadapkan mereka pada sosok Wang/Yu yang merupakan ganda terkuat di dunia saat ini. Tak pelak, pemandangan ini pun menjadi bahan makian penonton yang ada di Wembley Arena. Wasit kehormatan BWF pun sampai mengeluarkan kartu hitam pertanda diskualifikasi sebelum akhirnya keputusan itu dianulir.

Langkah Cepat BWF untuk Eksistensi Bulu Tangkis

BWF, sebagai induk organisasi bulu tangkis dunia tentu mendapat malu dengan kejadian ini. Sejatinya, protes tentang pilih-pilih hasil pertandingan sering bergema di turnamen biasa. Cina menjadi pelaku utama pada era ini mengingat mereka memiliki lapisan pemain yang tebal. Walkover sesama pemain Cina menjadi pemandangan biasa tetapi BWF tidak banyak bertindak karena mengaku hal itu sulit dibuktikan.
Namun tidak untuk kali ini. Mata dunia tengah tertuju pada Olimpiade dan Wembley Arena pun menjadi bagian dari Olimpiade. Tak pelak, BWF pun harus bersikap tegas.

Sikap tegas BWF mutlak diperlukan oleh mereka karena mereka jelas ingin bulu tangkis tetap eksis di Olimpiade. Jika mengulur waktu, makian dan kecaman terhadap mereka akan semakin kuat terdengar dan pastinya itu berarti peluang memperpanjang eksistensi bulu tangkis di Olimpiade selepas 2016. Karena itu, tak sampai 24 jam selepas drama tersiar, maka empat pasang yang terlibat didiskualifikasi dari Olimpiade dan kehilangan harapannya untuk meraih medali.

Format penyisihan grup yang diterapkan oleh BWF pada Olimpiade kali ini dihadirkan bukan tanpa alasan. Format ini diharapkan bisa membawa penyegaran dan terciptanya pertandingan yang lebih kompetitif dengan durasi yang lebih panjang. Selain itu, untuk para atlet yang tergolong bukan atlet elit, mereka setidaknya punya kesempatan bertanding lebih banyak yang artinya kesempatan untuk mempopulerkan bulu tangkis lebih besar. Kesemua hal itu jelas tujuannya untuk memperpanjang nafas bulu tangkis di kancah Olimpiade yang kontraknya saat ini masih tersisa di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

Namun BWF sendiri seolah lupa. Mereka belum terbiasa dengan sistem penyisihan grup dimana hal itu bukan sesuatu hal yang lumrah dalam sistem turnamen mereka. Seluruh seri turnamen premier super series, super series, grand prix gold, hingga turnamen di bawahnya plus kejuaraan dunia selalu memakai format sistem gugur. Satu-satunya turnamen yang memakai sistem penyisihan grup ada final super series yang diadakan di penghujung tahun.

Lantaran tidak biasa, maka banyak celah di format baru ini. Pertandingan penentuan tidak dilaksanakan bersamaan karena memang akan sangat sulit untuk menentukan pertandingan mana yang bakal menjadi penentuan. Alhasil, munculnya skenario seperti yang sudah terjadi kemarin adalah sebuah resiko dari sistem yang memiliki celah.

Sebaiknya untuk format penyisihan grup, BWF cukup mengistimewakan unggulan pada babak penyisihan saja, tidak sampai detil hingga masuk ke fase knock out. Setelah penyisihan grup selesai, maka drawing dilakukan kembali dengan pembedaan antara juara grup dan runner up grup diletakkan di dua pot yang berbeda layaknya tata cara pengundian Liga Champions di sepak bola. Dengan begini, peluang main mata dan bersandiwara akan lebih kecil terjadi karena semua akan bergantung pada hasil undian nantinya. Semoga hal ini jadi pelajaran bagi semua pihak yang terkait di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar