Citius. Altius.
Fortius. Lebih Cepat. Lebih Tinggi. Lebih Kuat. Itu adalah moto Olimpiade
yang diselenggarakan sejak 1896. Jelas maknanya bahwa siapapun atlet yang
bertanding di Olimpiade akan berusaha menjadi yang terbaik, tak peduli bahwa
secara kualitas mereka ada di bawah lawan-lawannya yang lebih hebat.
Namun semangat seperti itu agak tercoreng di pertandingan
terakhir penyisihan grup bulu tangkis untuk nomor ganda putri. Yang
menyedihkan, peristiwa ini melibatkan tiga kekuatan besar sekaligus tiga negara
peraih medali emas terbanyak di cabang bulu tangkis, Cina, Korea, dan
Indonesia.
Peristiwa bermula dari sebuah kejutan manakala Christina
Pedersen/Kamilla Ryter Juhl berhasil mengalahkan Qing Tian/Zhao Yunlei di
penyisihan grup D. Hal ini membuat Christina/Juhl menempati posisi juara grup
dengan Qing/Zhao berstatus runner up.
Pada awalnya, Cina sendiri jelas menargetkan All Chinese
Final karena Wang Xiaoli/Yu Yang merupakan unggulan pertama dan Qing/Zhao
merupakan unggulan kedua. Lantaran Qing/Zhao hanya menempati posisi runner up,
maka kedua pemain Cina ini bisa bentrok ada Wang/Yu tetap ada di posisi juara
grup dan disinilah drama dimulai.
Wang/Yu ternyata benar-benar memainkan perannya. Mereka
terlihat enggan menang melawan Jung Kyung Eun/Kim Ha Na yang merupakan duel penentuan
juara grup A. Mulai dari sini pun protes
sudah mulai berdatangan baik dari dalam arena maupun lewat komentar di dunia
maya. Misi Wang/Yu berhasil. Mereka kalah dan berstatus runner up grup A yang artinya tetap berada di blok yang berbeda
dengan Qing/Zhao pada babak perempat final.
Efek domino kemudian menjalar dari fakta bahwa Wang/Yu hanya
berstatus runner up grup A yang artinya bakal menantang juara grup C di babak
perempat final. Ganda Korea, Ha Jung Eun/Kim Min Jung dan ganda Indonesia,
Greysia Polii/Meiliana Jauhari, entah karena terbawa suasana di lapangan atau
entah karena terpengaruh dengan sikap tidak sportif Wang/Yu malah melakukan hal
yang sama. Kedua ganda ini seolah engga menjadi juara grup C yang artinya hal
itu akan menghadapkan mereka pada sosok Wang/Yu yang merupakan ganda terkuat di
dunia saat ini. Tak pelak, pemandangan ini pun menjadi bahan makian penonton
yang ada di Wembley Arena. Wasit kehormatan BWF pun sampai mengeluarkan kartu
hitam pertanda diskualifikasi sebelum akhirnya keputusan itu dianulir.
Langkah Cepat BWF untuk Eksistensi Bulu Tangkis
BWF, sebagai induk organisasi bulu tangkis dunia tentu
mendapat malu dengan kejadian ini. Sejatinya, protes tentang pilih-pilih hasil
pertandingan sering bergema di turnamen biasa. Cina menjadi pelaku utama pada
era ini mengingat mereka memiliki lapisan pemain yang tebal. Walkover sesama
pemain Cina menjadi pemandangan biasa tetapi BWF tidak banyak bertindak karena
mengaku hal itu sulit dibuktikan.
Namun tidak untuk kali ini. Mata dunia tengah tertuju pada
Olimpiade dan Wembley Arena pun menjadi bagian dari Olimpiade. Tak pelak, BWF
pun harus bersikap tegas.
Sikap tegas BWF mutlak diperlukan oleh mereka karena mereka
jelas ingin bulu tangkis tetap eksis di Olimpiade. Jika mengulur waktu, makian
dan kecaman terhadap mereka akan semakin kuat terdengar dan pastinya itu
berarti peluang memperpanjang eksistensi bulu tangkis di Olimpiade selepas
2016. Karena itu, tak sampai 24 jam selepas drama tersiar, maka empat pasang
yang terlibat didiskualifikasi dari Olimpiade dan kehilangan harapannya untuk
meraih medali.
Format penyisihan grup yang diterapkan oleh BWF pada
Olimpiade kali ini dihadirkan bukan tanpa alasan. Format ini diharapkan bisa
membawa penyegaran dan terciptanya pertandingan yang lebih kompetitif dengan
durasi yang lebih panjang. Selain itu, untuk para atlet yang tergolong bukan
atlet elit, mereka setidaknya punya kesempatan bertanding lebih banyak yang
artinya kesempatan untuk mempopulerkan bulu tangkis lebih besar. Kesemua hal
itu jelas tujuannya untuk memperpanjang nafas bulu tangkis di kancah Olimpiade
yang kontraknya saat ini masih tersisa di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Namun BWF sendiri seolah lupa. Mereka belum terbiasa dengan
sistem penyisihan grup dimana hal itu bukan sesuatu hal yang lumrah dalam
sistem turnamen mereka. Seluruh seri turnamen premier super series, super
series, grand prix gold, hingga turnamen di bawahnya plus kejuaraan dunia
selalu memakai format sistem gugur. Satu-satunya turnamen yang memakai sistem
penyisihan grup ada final super series yang diadakan di penghujung tahun.
Lantaran tidak biasa, maka banyak celah di format baru ini.
Pertandingan penentuan tidak dilaksanakan bersamaan karena memang akan sangat
sulit untuk menentukan pertandingan mana yang bakal menjadi penentuan. Alhasil,
munculnya skenario seperti yang sudah terjadi kemarin adalah sebuah resiko dari
sistem yang memiliki celah.
Sebaiknya untuk format penyisihan grup, BWF cukup mengistimewakan
unggulan pada babak penyisihan saja, tidak sampai detil hingga masuk ke fase knock out. Setelah penyisihan grup
selesai, maka drawing dilakukan kembali dengan pembedaan antara juara grup dan runner up grup diletakkan di dua pot
yang berbeda layaknya tata cara pengundian Liga Champions di sepak bola. Dengan
begini, peluang main mata dan bersandiwara akan lebih kecil terjadi karena
semua akan bergantung pada hasil undian nantinya. Semoga hal ini jadi pelajaran
bagi semua pihak yang terkait di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar