Sabtu, 03 Desember 2011

Positif-Negatif PBSI 2009-2011


Kepengurusan PBSI era Djoko Santoso sudah memasuki tahun terakhirnya. Dalam tiga tahun ini, sudah banyak langkah-langkah yang mereka lakukan bagi kemajuan bulu tangkis Indonesia. Namun tentunya tidak semua kebijakan mereka terbukti tepat dan berhasil. Berikut langkah positif dan negatif dalam sudut pandang saya.

POSITIF

+ Membentuk tim Pratama pada tahun 2009. Tim ini diproyeksikan menjadi andalan Indonesia dalam 2-3 tahun setelah tahun 2009. Mereka menjalani latihan berat di Akademi Militer selama enam bulan dan sepulangnya dari sana, mereka menjadi pribadi yang disiplin, memiliki semangat tinggi, dan berkemauan keras

+Memenuhi target empat medali emas yang dicanangkan pada SEA Games 2009. Jumlah ini sendiri sejatinya lebih sedikit dari torehan dua tahun sebelumnya dimana Indonesia sukses menyabet tujuh emas di SEA Games 2007

+Melihat prestasi mengkilap Taufik Hidayat di luar pelatnas, PBSI tak segan dan gengsi memanggil Taufik masuk dalam skuat Piala Thomas 2010. Sebuah acungan jempol bagi sikap PBSI meskipun hanya berbuah gelar runner up lantaran Indonesia kalah dari Cina

+ Kembali memanggil pemain di luar pelatnas untuk Asian Games 2010 seperti Taufik Hidayat dan Markis Kido/Hendra Setiawan. Hal ini berbuah sumbangan 1 medali emas dari Kido/Hendra.

+Menghasilkan juara dunia junior bagi Indonesia untuk pertama kalinya sejak tahun 1992, meskipun sang juara, Alfian Eko/Gloria Emanuelle bukanlah pemain yang sudah bernaung di pelatnas

+Meraih lima medali emas pada ajang SEA Games 2011. Target yang dicanangkan PBSI sendiri untuk turnamen ini adalah empat medali emas. Pada ajang ini pula PBSI tanpa sungkan memanggil para pemain yang berada di luar pelatnas seperti  Taufik, Kido/Hendra, Tommy Sugiarto, dan Vita/Nadya

NEGATIF

- Membiarkan Taufik Hidayat keluar begitu saja dari pelatnas pada tahun 2009. Alasannya, hanya boleh ada satu pelatih di tiap nomor. Taufik memilih tetap bertahan dengan Mulyo Handoyo dan meninggalkan pelatnas serta berkarir mandiri. Eksodus pemain pertama di tengah aktif yang nantinya akhirnya menjadi tren. “Berat bagi saya untuk tinggalkan pelatnas karena semua yang ada di sana sudah seperti keluarga,” kata Taufik waktu itu.

- Memberi nilai kontrak kepada Vita Marissa dengan angka yang lebih kecil dengan disertai alasan yang tidak masuk akal. Vita yang baru dipecah pasangannya dengan Flandy Limpele dan baru mulai dipasangkan dengan Muhammad Rijal dianggap mengalami penurunan prestasi. Alasan tidak berada di papan atas jelas alasan yang dibuat-buat karena Vita baru punya waktu beberapa bulan bersama Rijal. Itu pun dia sudah sukses menjadi juara di Jepang SS. Vita menolak nilai kontrak dan hengkang dari pelatnas (masih 2009). “Saya sudah berkorban dan memberikan segalanya untuk kepentingan bangsa namun balasan yang saya terima seperti ini.”

- Gagal merebut Piala Sudirman meskipun memang Indonesia tak diunggulkan dalam turnamen ini sejak awal. Namun yang patut menjadi catatan, Indonesia tak bisa menembus final seperti torehan dua tahun sebelumnya karena kalah dari Korea di semifinal

-Benih-benih perselisihan dengan Markis Kido/Hendra Setiawan mulai dirintis di Kejuaraan Dunia 2009. Markis Kido yang yakin sudah sembuh dari darah tinggi dilarang tampil di kejuaraan dunia. PBSI berkata “Kalau ada apa-apa bukan tanggung jawab kami. Silahkan kalau ingin maju.” Sementara Kido sendiri berkata,”Saya maunya main dulu, baru nanti kalo tak sanggup saya mundur dan tak memaksakan diri. Komentar PBSI seperti itu seolah-olah ada apa-apa dan akan melempar tanggung jawab.”

-Kido memutuskan keluar dari pelatnas pada tahun 2010 karena dengan alasan kesehatan dan tak lagi bisa berlatih keras sehingga lebih baik baginya untuk berkarir di luar pelatnas dengan program yang ia buat sendiri. Hendra ikut keluar dari pelatnas karena tetap ingin berduet dengan Kido. Keluarnya Kido/Hendra ini jelas bermula dari peristiwa persiapan kejuaraan dunia 2009

-Pelatnas Pratama programnya mulai tidak jelas. Banyak yang jarang mendapatkan kesempatan untuk terjun di sebuah turnamen. Pribadi disiplin dan semangat pun mulai luntur perlahan-lahan dari diri mereka. Di tahun 2011, status utama-pratama pun ditiadakan

-Masuknya Li Mao ke pelatnas tanpa bisa seorang pun merinci detail proses kedatangannya. Adanya Li Mao di pelatnas membuat perubahan komposisi. Christian Hadinata kini hanya menjadi koordinator pelatih ganda sementara Li Mao koordinator pelatih tunggal.

-Situasi di nomor tunggal pelatnas tak kondusif sejak kedatangan Li Mao. Sarwendah Kusumawardhani yang sebelumnya sudah diminta menjadi asisten pelatih di tunggal putri pun mengundurkan diri. Marleve Mainaky yang berstatus pelatih tunggal putri pun turut mengundurkan diri beberapa bulan kemudian karena merasa tak cocok dengan Li Mao.



-Prestasi di turnamen BWF tak menggembirakan. yang terparah adalah hampa gelar di Indonesia Terbuka dan Kejuaraan Dunia selama tiga tahun beruntun, 2009-2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar