Kamis, 08 September 2011

Italia dan 17 Tahun




Tahun ini, genap sudah 17 tahun saya menjadikan Italia sebagai negara favorit saya jika berbicara tentang sepak bola. Banyak generasi berganti namun Italia selalu dihati. Tak minat rasanya mendukung negara lain meskipun banyak negara yang menawarkan magnet permainan yang menawan, berbeda dari Italia yang secara umum justru sering tampil monoton dan menjemukan. Berikut rekap saya terhadap performa Italia dalam 17 tahun terakhir :

World Cup 94 (Arrigo Sacchi)
Liga Italia tengah berada dalam masa keemasan karena itu tak heran banyak pemain bintang bertaburan di skuat Italia. Karena itulah, Italia jelas menjadi salah satu favorit juara dalam turnamen ini. Selain peragaan catenaccio yang dikomandoi Franco Baresi dan Paolo Maldini, Italia berharap pada Roberto Baggio yang saat itu berstatus sebagai pemain terbaik dunia. Tampil buruk di penyisihan grup, Italia menggebrak ketika masuk selanjutnya. Sayang, Italia kalah beruntung dari Brasil di final dan kalah lewat adu penalti.

Euro 96 (Arrigo Sachi)
Italia melakukan penyegaran tim meskipun masih banyak nama alumnus World Cup 94 yang tampil di Euro 96. Ajang ini juga memunculkan nama Alessandro Del Piero sebagai harapan baru Italia bersamaan dengan tak lagi dipanggilnya Baggio. Sayang, Italia gagal lolos dari putaran grup setelah hanya main imbang 0-0 lawan Jerman di partai terakhir dimana Zola gagal mengeksekusi penalti ketika itu.

World Cup 98 (Cesare Maldini)
Italia masih menjadi favorit juara. Nama-nama besar masih berhamburan di Azzuri. Fabio Cannavaro dan Alessandro Nesta mulai mengambil peran sebagai kunci pertahanan kokoh menemani Paolo Maldini di lini belakang. Alessandro Del Piero masuk tim, begitu juga dengan Roberto Baggio, dua pemain yang dikatakan memiliki rivalitas meskipun keduanya menampik hal tersebut. Namun Del Piero gagal bersinar dan justru Christian Vieri, topskor Liga Spanyol musim itu bersama Atletico Madrid yang berhasil jadi bintang dengan torehan lima gol. Baggio juga mencatat sejarah sebagai satu-satunya pemain Italia yang mencetak gol di tiga penyelenggaraan Piala Dunia. Langkah Italia sendiri akhirnya terhenti di tangan sang juara Prancis lewat adu penalti.

Euro 2000 (Dino Zoff)
Cederanya Gianluigi Buffon membuat Francesco Toldo tampil sebagai benteng pertahanan Italia dan sukses menjadi bintang di turnamen ini. Bintang lainnya adalah Francesco Totti yang menjalani debut gemilang dalam sebuah turnamen besar dengan menjadi roh permainan Italia bersama Stefano Fiore dan Alessandro Del Piero. Taktik counter attack berjalan baik hingga final dan unggul 1-0 atas Prancis di partai puncak tersebut sebelum akhirnya Sylvain Wiltord dan David Trezeguet memupus harapan Italia.

World Cup 2002 (Giovanni Trapattoni)
Italia kembali jadi favorit turnamen lantaran bintang-bintang serie A masih hadir dan jadi kekuatan utama tim ini. Christian Vieri sukses membuktikan bahwa dirinya tetap bisa jadi ujung tombak bagi Italia. Sayang, secara keseluruhan penampilan Italia mengecewakan dan hanya lolos dengan status runner up grup. Merasa beruntung lantaran bertemu tuan rumah Korea, Italia malah tertimpa sial lantaran kalah 1-2 yang diwarnai dengan pengusiran Ahn Jung Hwan, sang penentu kemenangan Korea dari Perugia.

Euro 2004 (Giovanni Trapattoni)
Salah satu turnamen tragis bagi Italia. Italia tidak pernah kalah di turnamen ini namun harus terhenti langkahnya di penyisihan grup lantaran kalah dalam adu tie break melawan Swedia dan Denmark yang sama-sama mengoleksi lima poin. Italia bermain 0-0 melawan Denmark di laga pertama dan 1-1 versus Swedia di laga kedua.
Meski ada di urutan ketiga dengan koleksi dua poin di bawah Swedia dan Denmark yang mengoleksi empat poin, Italia tetap optimis lolos karena mereka hanya menghadapi Bulgaria sementara Swedia dan Denmark akan saling bunuh. Italia menang 2-1 atas Bulgaria, namun di waktu bersamaan Swedia dan Denmark ‘berhasil’ meraih hasil imbang 2-2. Hasil yang aneh jika dikatakan bukan skenario dari negeri skandinavia!

World Cup 2006 (Marcello Lippi)
Italia masuk ke turnamen ini dengan status yang tidak terlalu difavoritkan. Brasil, Inggris, tuan rumah Jerman dan Argentina lebih dikedepankan bisa menjadi juara turnamen. Namun berkat kehebatan lini belakang Italia yang mengandalkan Gianluigi Buffon dan Fabio Cannavaro, Italia terus melangkah. Tercatat, Italia hanya kebobolan dua gol selama turnamen dan keduanya bukan berasal dari open play (bunuh diri Christian Zaccardo dan penaltI Zinedine Zidane).
Di lini tengah Gennaro Gattuso dan Andrea Pirlo mampu menjadi roh permainan tim. Italia pun tak punya bomber hebat di turnamen ini dan gol demi gol yang mengantar mereka juara dipersembahkan oleh banyak pemain hingga akhirnya mereka sukses menjadi juara dunia lewat kemenangan adu penalti atas Prancis di partai puncak. Di turnamen ini juga Italia menghapus tragedi kalah adu penalti yang sebelumnya menimpa mereka di dua kesempatan sebelumnya (vs Brasil di Final 94 dan vs Prancis di QF 98)

Euro 2008 (Roberto Donadoni)
Mundurnya Lippi dari tim nasional usai World Cup 2006 membuat Italia menggantungkan harapan mereka pada Roberto Donadoni. Debut Italia di turnamen tersebut diwarnai dengan kekalahan 0-3 dari Belanda meski akhirnya lolos dari grup dengan status runner up. Pada babak 16 besar, Italia bertemu Spanyol dan kalah dari adu penalti. Menariknya, Italia jadi satu-satunya tim yang gagal dikalahkan Spanyol dalam waktu 90 menit di turnamen ini hingga akhirnya mereka menjadi juara.

World Cup 2010 (Marcello Lippi)
Lippi kembali namun tak ada lagi fantasista macam Alessandro del Piero dan Francesco Totti. Parahnya, dua bintang tim, Buffon dan Pirlo justru mengalami cedera dan tak tampil maksimal di turnamen ini. Dengan mengandalkan pemain ‘kelas dua’ macam Antonio Di Natale dan Fabio Quagliarella, Italia akhirnya hanya meraup dua poin dan jadi juru kunci grup.

Kesimpulan : Kekuatan bertabur bintang pun tak menjamin Italia bisa sukses di World Cup maupun Euro, terbukti di dekade 90-an dimana mereka banjir pemain bintang sampai-sampai pemain sekelas Zola, Totti, Baggio, Signori, Vialli pernah disingkirkan dari tim, tapi mereka tak mampu meraih gelar juara. Namun minim andalan seperti layaknya di World Cup 2010 juga membuat Italia tetap harus menyadari bahwa setiap tim butuh bintang, yang bisa mengubah hasil akhir lewat kemampuannya sendiri saat kolektivitas tim tak lagi bekerja sempurna.
Tim World Cup 2006 memang bukan yang terbaik jika dilihat dari materi pemain dalam 17 tahun terakhir, namun tim ini membuktikan bahwa merekalah yang sukses meraih hasil terbaik. Kuncinya, kolektivitas tim yang sempurna ditambah pesona bintang yang memancar dari beberapa pemainnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar