Senin, 05 September 2011

Cinta Tak Harus Memiliki




Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta memiliki definisi yang berarti suka sekali, sayang benar, terpikat, ingin sekali, dan rindu. Jika kata tersebut dimasukkan dalam kalimat apa olahraga yang paling dicintai di Republik ini ? Jelas jawabannya adalah sepak bola.
Entah itu sebagai penikmat maupun sebagai pelaku, sepak bola sudah memainkan peranan vital dalam kehidupan mayoritas rakyat Indonesia. Sebagai penikmat, contoh mudahnya, banyak televisi yang dengan sukarela memberikan tayangan sepak bola gratis kepada rakyatnya. Selain karena mereka sebagai institusi cinta sepak bola, mereka juga yakin rating penonton akan tinggi sehingga banyak iklan yang masuk dan bisa mendatangkan keuntungan bagi mereka.
Selain itu, tak terhitung betapa derasnya dukungan yang mengalir kala tim nasional bertanding. Andai kapasitas stadion Gelora Bung Karno dua atau bahkan tiga kali lipat dari kapasitas sekarang, rasanya kita boleh tetap optimistis bahwa stadion tetap bakal terisi penuh oleh para pendukung Merah-Putih.
Itu dari sisi rakyat Indonesia sebagai penikmat, dari sisi pelaku, Indonesia pun selalu menempatkan sepak bola sebagai olah raga nomor satu. Tak terhitung berapa banyak anak yang masuk ke dalam SSB (Sekolah Sepak Bola) atau sekedar klub di tingkat kelurahan saat masa kecilnya dengan harapan bisa menjadi pemain sepak bola saat besar nanti. Waktu tidur para anak Indonesia pun diiringi dengan bayangan dan harapan bahwa mereka bisa berdiri di atas lapangan berbalutkan kostum Merah-Putih kebesaran Indonesia.
Dua sisi tersebut pun didukung oleh Pemerintah dengan memberikan sepak bola dana yang lebih besar dibandingkan cabang olahraga lainnya. Dari beberapa poin di atas, sah rasanya untuk mendaulat sepak bola memang olah raga nomor satu di negeri ini.
Namun apa yang terjadi ? Cinta Indonesia kepada sepak bola ternyata tak berbalas prestasi dari olahraga sepak bola itu sendiri. Padahal jumlah Sumber Daya Manusia yang lebih dari 200 juta jiwa jelas bahan mentah untuk setidaknya memunculkan satu pesepak bola kelas dunia.
Secara tim pun sama saja. Tim nasional Indonesia maupun klub-klub Indonesia yang berlaga di kompetisi internasional tak bergigi. Mereka kalah bersaing dengan kompetitor dari negara lainnya. Andai Indonesia baru mengenal sepak bola, jelas hal ini bisa diterima, namun faktanya, Indonesia dan rakyatnya sudah menaruh cinta sejak zaman dulu kala.
Apakah ini berarti Indonesia sudah saatnya menyadari bahwa Cinta Memang Tak Harus Memiliki ? Rakyat Indonesia tulus mencintai sepak bola dan tulus menerima apapun hasil yang diberikan sepak bola ini kepada mereka ? Atau memang prestasi sepak bola itu faktor genetika sehingga tiap negara tak bisa begitu saja mencapai prestasi tingkat dunia ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar