Sabtu, 03 Agustus 2013

Banyak Pemburu, Banyak Medali



Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2013 telah ada di depan mata. Sebagai negara besar, Indonesia sudah hampa gelar di tiga penyelenggaraan terakhir dan jelas ini boleh jadi disebut sebagai bencana bagi Indonesia. Dengan demikian tidak salah jika akhirnya Indonesia menjadikan Kejuaraan Dunia kali ini sebagai salah satu target besar di tahun 2013.

Berbicara soal peluang mendapatkan titel juara, jelas di atas kertas Indonesia kini memiliki dua jagoan andalan lewat nama Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Dua andalan memang terlihat sedikit jika dibandingkan dengan gambaran peta kekuatan Indonesia di dekade sebelumnya, tapi dua andalan sudah seolah jauh lebih baik jika dihadapkan dengan perbandingan dua tahun terakhir dimana Tontowi/Liliyana selalu disebut-sebut sebagai satu-satunya andalan.

Memang pastinya membanggakan bagi Tontowi/Liliyana ketika nama mereka selalu diucapkan dan dielu-elukan sebagai andalan di setiap kesempatan. Namun di atas lapangan, kadang hal itu malah menjadi beban. Kegagalan Tontowi/Liliyana di Olimpiade London 2012 jelas salah satunya karena mereka tak mampu keluar dari tekanan berat sebagai satu-satunya andalan yang tersisa di ajang tersebut.

Karena itu kehadiran Ahsan/Hendra sungguh sangat melegakan bagi Tontowi/Liliyana dan juga Indonesia. Kini beban untuk menyabet titel juara setidaknya ada di pundak dua wakil ini yang tentunya menjadikan beban tersebut berubah lebih ringan.

Terlebih, baik Ahsan/Hendra maupun Tontowi/Liliyana saat ini dalam kondisi yang sangat baik. Keduanya sudah meraih tiga gelar super series/premier tahun, terbanyak di nomornya masing-masing. Tontowi/Liliyana jelas terbilang luar biasa konsisten tahun ini karena tiga gelar itu didapat dari tiga turnamen yang ia ikuti tahun ini. Gambaran inilah yang kemudian mengapungkan harapan akan berakhirnya dahaga gelar Indonesia yang sudah berlangsung selama tiga edisi Kejuaraan Dunia ini.

Bicara soal beban, hal ini sendiri tidak lepas dari karakteristik bulu tangkis di dunia saat ini. Meski turnamen Kejuaraan Dunia ini bersifat individu, namun aroma persaingan antar-negara terasa kental. Hal itu tak lepas dari sifat Asosiasi Tiap Negara yang tetap dominan dalam pembinaan pemain. Hal ini berbeda misalnya dengan permainan raket lainnya yaitu tenis dimana pemain lebih bersifat individualis dengan mayoritas menggunakan biaya sendiri untuk mengikuti turnamen, meski saat juara para pemain tetap mengharumkan nama negara tersebut. Sebagai contoh, di dunia tenis sendiri ajang beregu seperti Piala Davis dan Piala Fed seolah menjadi turnamen yang tak terlalu penting dan para pemainnya sering melewatkan panggilan dari Asosiasi Tenis Negaranya dengan berbagai alasan.

Dengan latar belakang itulah akhirnya wajar jika pemain terkadang terbebani di kondisi-kondisi tertentu dimana ia begitu diharapkan bisa menjadi juara. Hal ini tidak hanya dialami pemain Indonesia melainkan juga para pebulu tangkis dari negara lain. Lee Chong Wei jadi salah satu contohnya dimana ia juga diberikan tumpuan sangat besar dari negaranya untuk bisa jadi juara dunia dan juara Olimpiade yang sampai saat ini belum berhasil diwujudkannya.

Lalu bagaimana mengatasi hal itu? Asosiasi Bulu Tangkis dalam hal ini Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) harus bisa mencetak banyak andalan. Jika diibaratkan, semakin banyak pemburu yang bisa diandalkan, maka semakin besar peluang adanya medali di tangan.

Memiliki andalan di tiap nomor sudah merupakan kondisi ideal yang bisa didapat oleh sebuah negara dan itu dialami Indonesia di tahun 1990-an meskipun ketika itu nomor ganda putri posisinya agak sedikit di belakang empat nomor lainnya.

Mau yang lebih hebat lagi? Jelas caranya adalah dengan mencetak banyak andalan untuk tiap satu nomor. Nomor tunggal putra dan ganda putra di era 1990-an pun pernah mencontohkan hal ini. Ketika itu di nomor tunggal putra, adanya 4-6 pemain Indonesia di babak perempat final atau terciptanya All Indonesian Semifinal bukanlah hal asing. Kondisi itu akhirnya membuat para pemain bisa melupakan ‘beban mengharumkan negara’ karena mereka sudah fokus untuk bersaing melawan para rekan sendiri dan jadi yang terhebat.

Kondisi nikmat itu juga dialami Cina di nomor tunggal putri 1-2 tahun lalu. Wang Yihan tidak perlu repot-repot menanggung beban mengharumkan negara di tiap turnamen individu karena lawan-lawan yang dihadapinya di babak akhir adalah rekan-rekannya sendiri seperti Wang Xin, Wang Shixian, Wang Lin, Jiang Yanjiao, hingga Li Xuerui. Dirinya pun kemudian bisa fokus untuk kepentingannya sendiri, menjadi yang terbaik di antara lainnya.


Kembali ke Kejuaraan Dunia 2013, adanya dua wakil yang jadi andalan di atas kertas patut disyukuri. Semoga dua andalan ini mampu menunaikan tugasnya dan meraih medali emas di Kejuaraan Dunia nanti. Sambil berharap hal itu, mari terus berdoa agar pebulu tangkis lainnya di Indonesia terus terpacu meningkatkan diri agar bisa berdiri sejajar dan memikul beban bersama sebagai andalan dan tumpuan.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar